Ulama Aceh Sepanjang Masa
Penulis - Teuku Zulkhairi
Tgk.H.Hasan Kruengkalee, Ulama Aceh Sepanjang Masa
Tgk.H.Hasan Kruengkale merupakan nama seorang ulama besar
di Aceh. Beliau lahir pada tanggal 15 Rajab tahun 1303 H
(18 April 1886) dalam pengungsian di Meunasah Ketembu,
kemukiman Sangeue, kabupaten Pidie setelah tiga belas tahun
peperangan dahsyat berkecamuk di Aceh antara prajurit kerajaan
beserta rakyat Aceh dengan serdadu-serdadu agresor Belanda
(A.Hasyimy, 1988). Tgk.H.Hasan Kruengkale dilahirkan disana
sewaktu orang tuanya pindah dari Kutaraja(Banda Aceh sekarang)
dalam rangka mempertahankan ide-idenya untuk memperjuangkan
Islam dari cengkeraman kolonialisme penjajahan kafir Belanda.
Ketika dalam pengasingan tersebut, beliau belajar pengetahuan dasar
agama langsung dari kedua orangtuanya sambil berpindah-pindah
dari satu tempat ke tempat lain di daerah pengungsian. Dan setelah
mempunyai pengetahuan dasar tentang agama Islam yang memadai
, bahasa Arab, sejarah Islam dan lain-lain, pada tahun 1906 M,
Tgk H.Hasan Kruengkalee yang telah menjadi remaja berangkat
ke Yan, Keudah - Malaysia untuk memperdalam ilmu pengetahuan
yang telah beliau pelajari sebelumnya. Beliau dikirim kesana oleh
ayahnya untuk melanjutkan pendidikannya di Dayah Yan yang pada
waktu itu dipimpin oleh Tgk.H.Muhammad Arsyad, seorang ulama
besar yang berasal dari Kerajaan Aceh Darussalam. Tgk.H.Muhammad
Arsyad adalah teman pengajian ayahnya dulu sewaktu di Lamnyong.
Selain itu, keberangkatan beliau ke Keudah juga atas dorongan
Teuku Raja Keumala dan Tgk Syaikh Ibrahim Lambhuk. Disana
beliau memperdalam ilmu pengetahuan selama beberapa tahun.
Dayah Yan di Keudah sudah sejak lama menjadi pusat pendidikan
Islam di Semenanjung tanah Melayu. Para sultan Kerajaan Aceh
Darusssalam mengirim ulama-ulama besar kesana untuk membangun
dayah sebagai lembaga pendidikan utama untuk daerah-daerah Tanah
Seberang. Setelah menamatkan studinya di Dayah Yan, Tgk H.Hasan
Kruengkalee yang telah mempunyai pengetahuan agama dan bahasa
arab yang cukup, atas persetujuan gurunya pada tahun 1910 berangkat
ke tanah suci dalam rangka menunaikan Ibadah H. serta untuk melanjutkan
pendidikan yang lebih tinggi pada pusat pendidikan Islam di Masjidil
Haram Makkah. Disana beliau belajar selama lima tahun, dan yang
menjadi gurunya merupakan ulama-ulama besar yang menjadi masyaikh
(para guru besar) dalam Masjidil Haram dan sangat terkenal di kota
Mekkah. Diantara guru-guru beliau tersebut adalah Syaikh Said
Al-Yamani Umar bin Fadil, Syaikh Khalifah, Syaikh Said Abi Bakar
Ad-Dimyaty dan Syaikh Yusuf An-Nabhany dan sebagainya.
Setelah menempuh pendidikan sekitar enam tahun di Mekkah, Tgk H.
Hasan Kruengkalee pulang ke tanah air. Sekembali beliau tersebut
pada tahun 1916 beliau langsung mengambil alih pimpinan Dayah
Kruengkalee yang sejak peperangan dengan Belanda tidak terurus lagi.
Dengan semangat baru yang dihasilkan dari pendidikan selama b
ertahun-tahun di Mekkah dan didorong oleh jiwa mudanya Tgk.H.M.
Hasan Kruengkalee membangun kembali Dayah tersebut. Dalam
waktu singkat, Dayah Kruengkalee telah berubah menjadi pusat
pendidikan agama Islam terbesar di Aceh sejajar dengan nama-nama
besar lainnya seperti; Dayah Tanoh Abee, Dayah Lambirah, Dayah
Rumpet, Dayah Jeureula, Dayah Indrapuri, Dayah Pante Geulima,
Dayah Tiro dan Dayah Samalanga,(Shabri A, dkk, Biografi
Ulama-Ulama Aceh Abad XX, (Banda Aceh: Dinas Pendidikan
Prop.NAD, 2007), hal. 6).
Dalam perkembangan kemudian, Tgk H.Hasan Kruengkalee melalui
Dayah yang dikelolanya telah berhasil mencetak banyak kader-kader
da’i, pendidik, ulama dan pemimpin umat yang sangat berjasa bagi
rakyat Aceh, baik sebagai pembimbing mereka dengan nilai-nilai agama,
maupun sebagai pimpinan masyarakat atau sebagai komando
dalam jihad fisabilillah melawan agressor Belanda ketika itu. Sebagai
lembaga pendidikan Islam, dayah Kruengkalee ini pada dasarny
a lebih banyak berperan dibandingkan dengan lembaga pendidikan
formal lainnya seperti sekolah yang didirikan oleh pemerintah
Belanda pada waktu itu. Sekolah pada waktu itu tidak sanggup
mengemban tugas untuk menampung semua lapisan masyarakat,
karena ketentuan yang digariskan penjajah Belanda yang membatasi
kesempatan bersekolah bagi masyarakat luas atas dasar kepentingan
penjajah Belanda.
Menurut berbagai catatan sejarah, sebagian besar ulama-ulama
besar generasi tua di Aceh saat ini tercatat pernah menimba ilmu
kepada beliau. Mereka tersebar di seantaro Aceh menjadi
mercusuar dalam lapangan khazanah keilmuan Islam. Diantara
ulama-ulama dari murid-murid Tgk H. Hasan Krueng Kalee, yang
cukup terkenal di daerahnya masih masing antara lain dapat disebutkan:
Tgk Ahmad Pante, ulama dan imam masjid Baiturrahman Banda
Aceh, Tgk Hasan Keubok, ulama dan Qadhi XXVI mukim
di Aceh Besar, Tgk M. Saleh Lambhouk, ulama dan imam masjid
Raya Baiturrahman Banda Aceh, Tgk Abdul Jalil Bayu, ulama dan
pemimpin dayah Al-Huda Aceh Utara, Tgk Sulaiaman Lhoksukon,
ulama dan pendiri dayah Lhoksukon, Aceh utara, Tgk M. Yusuf
Peureulak, ulama dan ketua majlis ulama Aceh Timur, Tgk Mahmud
Simpang Ulim, ulama dan pendiri dayah Simpang Ulim, Aceh Timur,
Tgk H. Muda Waly Labuhan H., ulama dan pendiri dayah Darussalam,
Labuhan Haji Aceh Selatan, Tgk Syeh Mud Blang Pidie, ulama
dan pendiri dayah Blang Pidie Aceh Selatan, Syeh Shihabuddin,
ulama dan pendiri dayah Darussalam Medan, Sumatera Utara
, Kolonel Nurdin, bekas Bupati Aceh Timur, yaitu anak angkat
beliau sendiri, Tgk Ishaq Lambaro Kaphee, ulama dan pendiri
dayah Ulee Titie(Fauziah, 1988). Murid-murid beliau tersebut
pada umumnya mengikuti jejak gurunya, menjadi ulama yang
membuka dayah di tempat mereka masing-masing hampir ke
seluruh pelosok nanggroe Aceh.
Selain itu, disamping memimpin Dayah Kruengkalee dan usahanya
mencetak ulama Aceh pewaris para Nabi, beliau juga termasuk
salah seorang putra Aceh yang ikut aktif dalam perjuangan kemerdekaan
Indonesia, beliau juga pernah menjadi anggota konstituante Republik
Indonesia dari partai Islam Perti. Tgk H.Hasan Kruengkalee juga
pernah mengeluarkan fatwa tentang seruan jihad fi sabilillah untuk
melawan Belanda pada tanggal 15 Oktober 1945, dalam rangka
mempertahankan Negara Republik Indonesia yang ditangani oleh
beberapa ulama Aceh lainnya, diantaranya oleh Tgk H.Hasan Krueng
Kalee, Daud Beureueh, Tgk Ja’far Lamjabat dan Tgk H.Ahmad
Hasballah Indrapuri, keempat ulama besar Aceh tersebut mengeluarkan
fatwa bahwa berperang mempertahankan kemerdekaan Republik
Indonesia adalah perang sabil dan kalau mati hukumnya mati syahid.
(Prof. A. Hasjmy, Para Pejuang Kemerdekaan yang Mendukung
Pancasila dan Memusuhi Komunisme, hal. 448).
Himbauan jihad diatas, telah menggerakkan masyarakat tampil ke
medan perjuangan di tanah Aceh untuk merebut kemerdekaan dan
mempertahankannya. Dengan adanya fatwa tersebut diatas, rakyat
Aceh telah berjuang selama tahun-tahun dengan revolusi fisik,
sehinnga tanah Aceh terbebas dari penjajahan Belanda. Mereka
umumnya tergabung dibawah berbagai wadah organisasi perjuangan,
misalnya Pusa, pemuda Pusa, kasyafatul Islam, Muhammaddiyah,
Pemuda Muhammaddiyah, Perti, Permindo (Pergerakan Angkatan
Muda Islam Indonesia), maupun organisasi-organisasi Islam lainnya.
Para pemuda yang telah dibina iman dan semangat jihadnya dalam
madrasah-madrasah dan dayah bersama-sama rakyat Aceh lainnya
ikut berjuang mempertahankan proklamasi kemerdekaan.
Pada masa itu pula beliau mempersiapkan alat-alat serba mungkin,
untuk menghadapi pemberontakan yang terjadi di beberapa tempat
diantaranya pemberontakan Bayu di Lhokseumawe tahun 1944
di Lhokseumawe, yang dipimpin oleh salah seorang murid beliau
yaitu Tgk Abdul Jalil Bayu dan penyerbuan Blang Bintang untuk
melawan Jepang yang menjelang Indonesia merdeka, yang menjadi
pimpinannya adalah beliau sendiri. Semua pergerakan yang terjadi
baik pada masa penjajahan Belanda maupun penjajahan Jepang
terutama pemberontakan yang dipimpin oleh murid-murid beliau
adalah atas anjuran beliau sendiri.
Tgk H.Hasan Kruengkalee juga sangat kokoh dalam memegang prinsip
yang diajarkan melalui ayat-ayat Al-Qur’an dan Hadis
Nabi Muhammad Saw untuk membina kader pendidikan, ulama
dan pemimpin Islam yang bertugas melaksankan dakwah Islmiyah
dengan hikmah( kebijaksaan), dan pelajaran yang baik serta
berbantah dengan cara yang paling baik. Pada tahun 2007, senin 7 Mai,
bertepatan dengan 19 Rabiul Akhir 1438 H, sebuah forum tingkat tinggi
ulama Aceh menggelar pertemuan kedua di Mesjid Raya Baiturrahman;
pada pertemuan yang menghadirkan ratusan ulama Aceh ini menyimpulkan
bahwa ada empat ulama Aceh yang telah sampai pada tingkat
ma’rifatullah. Keempat ulama itu, masing-masing Syaikh Abdurrauf As-Singkili,
Hamzah Fansuri, Tgk H. Muhammad Hasan Kruengkalee dan
Tgk Syaikh H.Muhammad Waly Al-Khalidy atau yang lebih dikenal
dengan sebutan Tgk H Muda Waly. Hadir dalam pertemuan tersebut
diantaranya adalah: Tgk Jamaluddin Waly, Tgk Natsir Waly, Abu Panton
(Abu Ibrahim Panton), Kadis Syari’at Islam Prof Al Yasa’ Abu Bakar
dan seratusan ulama Aceh lainnya. Pada pertemuan ini, Prof Syahrizal
Abbas dari IAIN Ar-Raniry Banda Aceh bertindak sebagai pemandu acara.
Dengan beberapa catatan diatas, maka Tgk H.Hasan Kruengkalee
dapat di katagorikan sebagai ulama besar di Aceh sepanjang masa,
karena beliau sejak usia muda sudah merintis pendidikan Islam di
Aceh dengan memimpin sebuah lembaga pendidikan islam terbesar
dan termashur di Aceh hingga beliau berpulang ke rahmatullah.
Disamping posisi beliau sebagai seorang ulama besar di Aceh,
saat itu beliau juga dikenal sebagai ulama di Mekkah dengan gelar
Syaikh Hasan Al-Falaqy(berdasarkan pengakuan murid-murid
beliau yang masih hidup). Beliau tidak hanya menguasai ilmu agama,
akan tetapi beliau juga terampil dengan khazanah keilmuan yang lain
seperti ilmu falak, sejarah Islam dan sebagainya. Selama di Mekkah,
beliau juga mempelajari ilmu tabib(kedokteran), ilmu handasah(arsitektur).
Menurut Prof A. Hasjmy, Tgk.H.Hasan Kruengkalee sangat eksis
mengadakan pengajian, sebagai juru dakwah, pemberantas bid’ah
dan khurafat dan sebagainya. Itulah sepintas sosok beliau yang pada
tahun lalu Majlis Pendidikan Daerah(MPD) Aceh memberikan beliau
gelar sebagai tokoh pendidikan Aceh.
Penulis adalah Pengajar di Dayah Terpadu Darul Ihsan
Tgk.H.Kruengkalee, Darussalam-Aceh Besar dan
Mahasiswa Pascasarjana IAIN Ar-Raniry, Banda Aceh.
Salah seorang penulis Buku Biografi Tgk.Haji Hasan Kruengkalee.
amukanmelayu - ULAMAK penyatuan bangsa.....