Kisah Hakim yang Adil
Kisah Hakim yang Adil
Kemarin di beberapa grup BBM yang saya ikuti
ada postingan yang saya yakin juga sudah banyak beredar di grup lain
yang saya tidak ikuti, bagi anda yang punya BB pasti sudah membacanya
dan mungkin ikut juga mengomentarinya, bagi yang belum , berikut ini
saya coba tulis lagi secara lengkap. ini isi nya :
Kisah nyata, kasus nenek curi singkong th 2011 di Kab Prabumulih Lampung.
Di ruang sidang pengadilan, Hakim Marzuki duduk
tercenung menyimak tuntutan jaksa PU terhadap seorang nenek yang
dituduh mencuri singkong . Nenek itu berdalih bahwa anak lelakinya
sakit, cucunya lapar. Namun manajer PT Andalasa Kertas (Bakri Grup)
tetap pada tuntutannya agar menjadi contoh bagi warga lainnya.
Hakim Marzuki menghela nafas, dia memutus diluar tuntutan jaksa PU.
“Maafkan saya” katanya sambil memandang nenek itu.”Saya tidak dapat
membuat pengecualian hukum, hukum tetap hukum. jadi anda harus tetap di
hukum, saya mendenda anda 1 juta rupiah dan jika anda tidak mampu bayar
maka anda harus masuk penjara 2,5 tahun seperti tuntutan jaksa PU.”
Nenek itu tertunduk lesu, hatinya remuk redam.
Sementara Hakim Marzuki mencopot topi toganya, membuka dompetnya
kemudian mengambil dan memasukan uang 1 juta rupiah ke topi toganya,
serta berkata kepada hadirin. ” saya atas nama pengadilan juga
menjatuhkan denda kepada tiap orang yang hadir di ruangan ini sebesar 50
ribu rupiah, sebab menetap di kota ini dan membiarkan seseorang
kelaparan sampai harus mencuri untuk memberi makan cucunya, saudara
panitera, tolong kumpulkan dalam topi toga saya ini lalu berikan semua
hasilnya kepada terdakwa.”
Sampai palu diketuk dan hakim marzuki
meninggalkan ruang sidang, nenek itu pun pergi dengan mengantongi uang
3,5 juta rupiah, termasuk uang Rp 50 ribu yang diberikan oleh manajer PT
Andalas Kertas yang tersipu malu karena telah menuntutnya. Sungguh
sayang kisah ini luput dari pers.”
Kalau membaca kisah itu, maka akan terasa
sebuah pesan moral yang menggugah kita, betapa hukum dan keadilan hanya
tajam ke bawah dan rakyat kecil seperti nenek tadi yang jadi korban, dan
betapa arif dan bijaksannya hakim marzuki.
Tetapi kalau dibaca lebih teliti lagi, saya
jadi ragu, apakah ini hoax, apakah kejadian ini benar benar ada terjadi
di kab Prabumulih Lampung atau hanya cerita karangan dengan memakai
seting seolah olah terjadi di Prabumulih. Keraguan saya itu terjadi
karena
- pertama karena di sini sumber ‘berita’ atau kisah
ini tidak jelas, siapa yang pertama kali membradcast, atau dari sumber
mana, tidak jelas .
- Kemudian juga yang kedua, kesannya menyudutkan
satu entitas (PT Andalas Kerta yang disebut sebagai grup Bakrie) bisa
saja cerita ini dibuat sebagai sebuah persaingan usaha yang dibuat oleh kompetitor.
- Kemudian juga dicerita itu disebutkan mengenai
‘topi toga’ hakim marzuki, yang setahu saya di Indonesia, hakim di
Pengadilan Negri tidak bertopi toga.
Tapi di luar itu semua, mungkin inilah bukti
kerinduan masyarakat terhadap dunia hukum yang lebih adil dan juga
kerinduan terhadap sosok hakim yang juga adil dan tetap mempunyai
nurani.
EDISI MALAYSIA - Undang undang Menjadi Zalim Jika Di POLITIKAN
Di ruang mahkamah pengadilan, seorang hakim duduk termenung menyemak pertuduhan kepada seorang nenek yang dituduh mencuri ubi kayu. Nenek itu merayu bahawa hidupnya miskin, anak lelakinya sakit, dan cucunya kelaparan. Namun pengurus ladang tuan punya ladang ubi tersebut tetap dengan tuntutannya supaya menjadi iktibar kepada orang lain.
Hakim menghela nafas dan berkata, “Maafkan saya, bu”, katanya sambil memandang nenek itu.
”Saya tidak dapat membuat pengecualian undang-undang, undang-undang tetap undang-undang, jadi anda harus dihukum. Saya mendenda anda Rp 1 juta (lebih kurang RM350) dan jika anda tidak mampu bayar maka anda harus masuk penjara 2.5 tahun, seperti tuntutan undang-undang”.
Nenek itu tertunduk lesu. Namun tiba-tiba hakim menbuka topi hakimnya, membuka dompetnya kemudian mengambil & memasukkan wang Rp 1 juta ke topinya serta berkata kepada hadirin yang berada di ruang mahkamah.
‘Saya atas nama pengadilan, juga menjatuhkan denda kepada setiap orang yang hadir di ruang mahkamah ini, sebesar Rp 50 ribu (lebih kurang RM17), kerana menetap di bandar ini, dan membiarkan seseorang kelaparan sehingga terpaksa mencuri untuk memberi makan cucunya.
“Saudara pendaftar, tolong kumpulkan denda dalam topi saya ini lalu berikan semuanya kepada yang tertuduh”
sebelum tukul diketuk nenek itu telah mendapatkan sumbangan wang sebanyak Rp 3.5 juta dan sebahagian telah dibayar kepada mahkamah untuk membayar dendanya, setelah itu dia pulang dengan wajah gembira dan terharu dengan membawa baki wang termasuk wang Rp 50 ribu yang dibayar oleh pengurus ladang yang mendakwanya.
Kisah ini sungguh menarik dan boleh di share untuk menjadi contoh kepada penegak undang-undang di Malaysia agar bekerja menggunakan hati nurani dan mencontohi hakim Marzuki yang berhati mulia ini.
AMUKANMELAYU - Keadilan bukan datang dengan POLITIK, keadilan datang bersama iman dan takwa.......