Thursday, 14 July 2016

ABU SAYYAF TIDAK MERASA GERUN WALAUPUN TENTERA INDONESIA MEMPAMERKAN KEKUATANNYA



Pasukan khusus Indonesia.
Pasukan khusus Indonesia.

Lima Kapal Perang Dikerahkan, Pasukan Khusus Indonesia Siap Sergap Abu Sayyaf di Filipina


KLIKKABAR.COM, SURABAYA – Sedikitnya lima kapal perang yang berpangkalan di Kota Pahlawan, Surabaya, digeser ke perairan perbatasan Tarakan-Filipina.

Misi khusus diemban komando utama operasi TNI-AL membebaskan WNI yang ditengarai disandera gerombolan teroris Abu Sayyaf. Armada yang ditugaskan antara lain, kapal fregat KRI Ahmad Yani, kapal patroli cepat KRI Ajak dan KRI Badau, kapal cepat rudal KRI Mandau, dan kapal markas KRI Surabaya.

Kepala Dinas Penerangan Koarmatim Letkol Laut (KH) Maman Sulaeman menegaskan, armada kapal perang tersebut didukung beberapa unsur yang mobile. Mereka berada di bawah kendali Komandan Gugus Tempur Laut Koarmatim Laksma TNI I Nyoman Gede Ariawan yang sudah siaga di Tarakan.
”Pasukan khusus seperti Satkopaska Kormatim dan unsur Penerbangan TNI-AL yang onboard di KRI dalam posisi standby,” ungkap Maman pada Selasa 29 Maret 2016.

Perintah langsung menghadapi sandera bagi jajaran Koarmatim merupakan hal baru. Ketika berlayar ke Teluk Aden, Laut Merah menaklukkan perompak Somalia pada Maret 2011 dipercayakan ke jajaran Koarmabar.

Komandan Satgas Merah Putih kala membebaskan awak MV Sinar Kudus yang disandera kala itu Laksma TNI A. Taufiqoerrochman (sekarang Laksda TNI) yang kini menjabat Panglima Koarmabar.

Kehadiran armada kapal perang yang komplet di medan laga, diharapkan menjadi efek deterence. Seperti KRI Ahmad Yani sebagai kapal kombatan utama di perairan sebagaimana layaknya Leopard, main battle tank matra darat.

Selain unsur laut, lanjut Maman, pihak TNI turut menyiapkan personel pasukan elit TNI-AD dan Polri dalam operasi tersebut.

”Berhubung menyangkut kedaulatan negara, pimpinan TNI sudah pasti menyiapkan langkah tegas,” tukas Maman. (Jpnn)

Jokowi Siagakan TNI Untuk Bebaskan WNI di Filipina

Kopassus
Kopassus

KLIKKABAR.COM – Presiden Joko Widodo mengatakan sudah mengutus Menteri Luar Negeri Retno Marsudi untuk berdiskusi dengan Pemerintah Filipina tentang usaha penyelamatan 10 warga negara Indonesia yang disandera kelompok Abu Sayyaf. Dia pun mengatakan telah menyiapkan pasukan untuk melakukan operasi pembebasan.

Jokowi mengatakan, operasi pembebasan awak kapal yang menjadi sandera Abu Sayyaf itu terhambat masalah izin. Namun, dia menegaskan bahwa pemerintah Indonesia masih mengedepankan opsi diskusi.

“Kita harus tahu itu wilayah Filipina, kita tak bisa masuk seenaknya. Harus ada izinnya. ” ujar Jokowi saat akan meninggalkan Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta Pusat, Ahad, 3 April 2016. “Opsi dialog tetap didahulukan pokoknya.”

Jokowi mengatakan, pemerintah Indonesia sudah mensiagakan Pasukan Pemukul Reaksi Cepat (PPRC) TNI yang bersiap di Tarakan, Kalimantan Timur. Pasukan bersiaga dan akan segera meluncur ke Filipina jika masalah perizinan selesai. Disana, pasukan TNI melakukan latihan serta simulasi pembebasan sandera.

“Itu saya pantau terus, latihannya, sampai simulasinya, kalau perlu,” ujarnya.
Sebelumnya Kepala Badan Intelejen Negara Sutiyoso menyampaikan bahwa pihaknya sudah mengetahui lokasi, pergerakan, maupun kondisi para sandera WNI.Dia menegaskan koordinasi Indonesia dan Filipina pun semakin intensif dalam rangka pembebasan para sandera.

“WNI diperlakukan baik. Saat ini motif para pembajak cuma uang, mereka butuh uang,” ujar Sutiyoso lewat pesan pendek, Jumat, 1 April 2016.
Sepuluh WNI yang merupakan anak buah kapal disandera di atas kapal tongkang Anand 12 yang membawa 7 ribu ton batu bara. Kapal ini berlayar dengan kapal lainnya, yaitu TB Brahma 12 dari Sungai Puting, Kalimantan Selatan, menuju Batangas, Filipina Selatan, 15 Maret lalu.

Informasi terakhir, kapal TB Brahma 12 dilepaskan. Kapal ini ditemukan aparat Filipina di Provinsi Tawi Tawi, Filipina, sedangkan para WNI, juga kapal Anand 12 dibawa pembajak.** (Tempo)

RI ‘Menyerah’ Pada Abu Sayyaf, Siap Bayar Tebusan 10 WNI Disandera

Kelompok Abu Sayyaf
Kelompok Abu Sayyaf yang dhaif tapi mampu MEMPERMAINKAN Malaysia dan Indonesia

KLIKKABAR.COM – Sejak akhir bulan lalu sepuluh pelaut Indonesia yang merupakan anak buah kapal Anad 12 disandera oleh kelompok separatis Filipina Abu Sayyaf. Kelompok militan yang sudah berbaiat kepada Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) itu kemudian menuntut uang tebusan sebesar 50 juta peso (setara Rp 15 miliar). Mereka meminta uang tebusan itu diserahkan paling lambat 31 Maret tapi kemudian diperpanjang hingga hari ini. Jika tidak dibayarkan mereka mengancam 10 WNI itu akan dibunuh.

Pemerintah melalui Kementerian Luar Negeri sudah berupaya membebaskan 10 WNI itu lewat jalur diplomasi dan dialog. Menteri Luar Negeri Retno Marsudi sudah menemui pemerintah Filipina untuk mengupayakan pembebasan itu.
“Kemarin kami koordinasi dengan otoritas Filipina dan diperoleh informasi bahwa semua pergerakan diawasi dengan baik dan 10 WNI itu masih dalam keadaan baik dan sehat,” kata Retno di Kantor Kementrian Sekretariat Negara, Jakarta, Kamis 7 April 2016.

Retno menegaskan, pemerintah tidak pernah berhenti dan patah semangat untuk membebaskan 10 WNI tersebut. Berbagai upaya akan terus dilakukan agar 10 WNI itu bebas.

“Saya katakan kita mencoba melakukan yang terbaik dan berupaya keras dan berdoa untuk saudara-saudara kita tersebut. Kerja kita, upaya kita lakukan terus menerus dari detik ke detik dari waktu ke waktu,” tambahnya.

Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu mengaku sudah menyiapkan penyelamatan dengan cara militer. Namun upaya itu hanya bisa dilakukan jika pemerintah Filipina memberi izin.

“Bukan siap lagi, lebih dari siap. Tapi kan, ada aturan kalau mau masuk wilayah itu (Filipina),” kata Menhan di Gedung Kementerian Sekretariat Negara, Jakarta Pusat, Kamis 7 April.

Dikatakan Menhan, militer Filipina telah menyiapkan pasukan sebanyak tiga batalyon di sekitar lokasi penyanderaan.

“Ada tiga batalyon. Kami harapkan nggak lama karena diharapkan negosiasi bisa menambah waktu dan selesai seperti apa yang diharapkan,” tambahnya.

Ryamizard menekankan, Indonesia tak mau dianggap sebagai bangsa yang lemah lantaran diperas kelompok Abu Sayyaf. Pemerintah lebih memilih membebaskan 10 WNI yang disandera tersebut melalui jalur militer. Tapi sejauh ini proses diplomasi merupakan langkah bijak yang dilakukan Indonesia.

“Karena kalau dengan kegiatan militer kan, ada dampaknya yang mati nanti. Kalau yang mati terorisnya enggak ada masalah. Nah, kalau yang mati rakyat kita kan, disayangkan. Kita tunggu saja,” terangnya.

Berbeda dengan Ryamizard, Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Luhut Binsar Panjaitan mengatakan perusahaan tempat sepuluh ABK itu bekerja siap memberi uang tebusan untuk membebaskan mereka. Luhut menuturkan membayar uang tebusan adalah pilihan yang paling tepat.

“Itu urusan perusahaan, kita pantau dengan ketat karena itu mungkin strategi yang terbaik,” kata Luhut ketika menghadiri acara pembekalan seluruh kepala Lapas dan Rutan seluruh Indonesia di Kantor Menkum HAM, Jl. Rasuna Sahid, Kuningan, Jakarta, Selasa 5 April.

Luhut mengatakan akan mendapat laporan perkembangan dari perusahaan sejauh mana mereka akan membayar uang tebusan itu. Meski pemerintah tidak akan membayar sepeserpun kepada Abu Sayyaf namun dengan membiarkan perusahaan membayar uang tebusan langkah itu bisa dinilai pemerintah ‘menyerah’ kepada Abu Sayyaf.
 
Menurut Luhut sikap ini bukan berarti Indonesia melunak atau menyerah kepada pihak Abu Sayyaf. Dia menegaskan usaha lain sejauh ini akan terus dilakukan. “Tidak, kita tidak akan menyerah,” tegas mantan Kepala Staf Kepresidenan ini.** (Merdeka)

Wang Tebusan Disiapkan Untuk 10 WNI Korban Abu Sayyaf

Ancaman kelompok Abu Sayyaf untuk menghabisi nyawa para sanderanya, termasuk 10 warga Indonesia mendekati batas waktu 8 April. Negosiasi terus berlangsung. Pemerintah dan perusahaan siapkan uang tebusan. 


Negosiasi pembebasan sepuluh warga negara Indonesia yang disandera kelompok militan Abu Sayyaf berlangsung.

Namun, dalam Silaturahmi Kebudayaan di Ruang Nusantara Kementerian Luar Negeri RI di Jakarta, hari Kamis (07/04), Duta Besar Filipina untuk Indonesia Maria Lumen Isletta menolak menjelaskan lebih lanjut rincian upaya tersebut, karena dicemaskan dapat membahayakan keamanan kesepuluh warga Indonesia yang disekap kelompok teroris Filipina tersebut.

Kecemasan Keluarga
Mengingat tenggat waktu kian mendekat, pihak keluarga korban yang disandera didera kecemasan.

Ayah salah satu sandera Aidil telah ditelefon Kementerian Luar Negeri yang menejlasakan situasi terakhir pembebasan anaknya dan sandera lainnya. Aidil menceritakan: "Katanya saat ini pemerintah masih melakukan negosiasi dengan kelompok yang menyandera 10 orang termasuk anak saya, Wendi Rakhdian."
Selain Kemenlu, pihak perusahaan pemilik kapal juga menelefon Aidil di hari terakhir menjelang batas waktu. "Mereka menyampaikan agar kami tetap bersabar dan tabah. Pemerintah masih melakukan negosiasi, tapi bagaimana bentuk negosiasinya tidak tahu kita," papar Aidil. 

Siapkan Tebusan
Pihak perusahaan juga telah berdialog dengan keluarga sandera lainnya, Charlos Barahmana -- yang merupakan ayah dari kapten kapal Brahma 12, Peter Tonsen Barahmana. Dilansir dari liputan6.com, ia menceritakan menyebutkan pihak perusahaan siap membayar tebusan yang diminta kelompok Abu Sayyaf.
Menurut Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu, Pemerintah, kata Menhan, juga sudah menyiapkan uang tebusan yang diminta Abu Sayyaf. Namun ia tak menyebutkan darimana uang tebusan berasal, ynag jelasn menurutnya bukan dari anggaran negara. Ia menambahkan, kelompok Abu Sayyaf ada banyak dan terpencar-pencar: 

"Kelompok yang di sana, kelompok yang kering, yang kurang makan.”

Namun kepada media DW, pengamat pertahanan dan militer Connie Rahakunduni Bakrie mengungkapkan ketidaksetujuan dengan opsi pembayaran tebusan. Dikatakannya: “Kita tidak boleh bernegosiasi dengan kelompok teroris.”

Sepuluh warga negara Indonesia ditangkap di Perairan Filipina pada tanggal 26 Maret 2016. Jaringan kelompok Abu Sayyaf menuntut uang tebusan sekitar lima belas milyar rupiah untuk pembebasan para awak kapal yang mereka tangkap dan sandera. 

Abu Sayyaf kerap melakukan aksi kekerasan
Jika Islam, dia tak akan melakukan KEKEJAMAN keatas saudara seugamanya

Jaringan kelompok Abu Sayyaaf kerap lakukan aksi kekerasan
Kapal tongkang Anand 12 yang dibajak Abu Sayyaf telah ditemukan di perairan Lahad Datu, Sabah, Malaysia. Sementara kapal lainnya, Brahma 12 telah dilepaskan di perairan Filipina akhir Maret lalu, dan kini berada di tangan pemerintah Filipina. 

Aksi kekerasan Abu Sayyaf
Abu Sayyaf telah lama dikenal melakukan aksi penculikan, pemenggalan, pemboman dan pemerasan. Kelompok ini dicurigai memiliki pengaruh besar pada kelompok-kelompok teror lainnya di Asia Tenggara.

Meski pemerintah Filipina telah menolak bantuan militer Indoensia dalam membebaskan sandera, pasukan khusus Indonesia dari berbagai kesatuan bersiaga di perbatasan Tarakan, Kalimantan Utara untuk pembebasan WNI yang disandera Abu Sayyaf.
ap/as (antara/liputan6/republika)

3 Warga Indonesia Diculik di Perairan Malaysia

Ilustrasi


KLIKKABAR.COM – Kepala Badan Intelijen Nasional (BIN) Sutiyoso membenarkan penculikan tiga warga negara Indonesia (WNI). “Betul, kami akan dalami. Mereka kru atau awak kapal pencari ikan dari Malaysia,” kata Sutiyoso di Stasiun Gambir, Ahad, 10 Juli 2016.

Sutiyoso mengatakan, ada tujuh awak kapal yang berada di kapal pukat Malaysia, empat di antaranya adalah WNI, sisanya warga negara Malaysia. Namun, hanya tiga orang yang diculik dan seluruhnya adalah WNI. Mengutip Komisaris Polisi Datuk Abdul Rashid, seperti dilansir Thestar.com.my, lima orang bersenjata menyelinap ke perairan Tungku di pantai timur distrik Lahad Datu, Sabah, dan menculik tiga nelayan dari kapal pukat Malaysia.

Sampai saat ini, Sutiyoso belum bisa memastikan kelompok di belakang penculikan tersebut. Selama ini kelompok Abu Sayyaf telah beberapa kali melakukan penculikan di  perairan internasional antara Sabah dan Filipina.
Adapun WNI yang diculik telah diidentifikasi, yakni Lorence Koten, 34 tahun; Teo Dorus Kopong, 42; dan Emanuel, 46. Polisi mengatakan, berdasarkan uraian yang diberikan saksi mata, para penculik berusia 30-40an tahun.** 

(Tempo)

Kronologis Penculikan WNI di Perairan Lahad Datu

images (49)
Kehebatan yang tidak dapat digunakan keatas Kumpulan Abu Sayyaf
Foto: Manadoexpress

KLIKKABAR.COM – Kelompok bersenjata yang diduga berasal dari Filipina menyandera warga negara Indonesia yang bekerja di Lahad Datu Negeri Sabah, Malaysia, seperti dilaporkan majikan para WNI itu, Chia Tong Lim, warga negara Malaysia.

Chia Tong Lim kepada kepolisian Negeri Sabah, Minggu, melapor sekitar pukul 04.17 waktu setempat bahwa pekerjanya itu sedang menangkap ikan menggunakan kapal miliknya di perairan Kawasan Felda Sahabat Tungku, Lahad Datu.

Ia mengungkapkan, sekitar pukul 12.00 waktu setempat, kapal yang berisi WNI itu didatangi sebuah speedboat berukuran panjang dengan lima orang penumpang membawa senjata laras panjang.

Tidak lama kemudian, kata dia, tiga orang dari tujuh anak buah kapal (ABK) yang dipekerjakan tersebut langsung dibawa oleh kelompok bersenjata .
Sedangkan empat lainnya masing-masing seorang WNI dan tiga warga Filipina asal Suku Bajau Palauh telah dilepaskan bersama kapal yang digunakan menangkap ikan dengan nomor lambung LD113/5/F saat ini telah berada di Pelabuhan Lahad Datu.

Majikan WNI yang beralamat di Kampung Cina Lorong Satu Pekan Kunak Negeri Sabah menambahkan, ketiga WNI yang diculik tersebut bernama Lorence Koten (34) selaku juragan kapal, Teodorus Kopong (42) dan Emanuel (40). Konsulat Jenderal RI Kota Kinabalu Negeri Sabah melalui Staf Teknis Imigrasi Nasriansyah dalam pesan singkat, Minggu malam, membenarkan penculikan terhadap ketiga WNI asal NTT tersebut.

Dia menerangkan kasus tersebut telah ditangani Kementerian Luar Negeri bekerjasama dengan Pemerintah Malaysia dan Filipina. Nasriansyah menyatakan, lokasi kejadian berada di wilayah kerja Konsulat RI Tawau, sehingga Konjen RI Kota Kinabalu hanya sebatas koordinasi. (antara)


AMUKANMelayu - Wang bukan segalanya bagi Kumpulan Abu Sayyaf, tapi KETIDAKPEDULIAN Malaysia dan Indonesia keatasnya yang membuatkan mereka melakukan perkara sedemikian, mereka mahu perhatian..........