Syekh Hasan bin Farhan Al Maliky |
Hadis Ali bin Abi Thalib Tentang ISIS/Da’esh
PERHATIKAN BETUL-BETUL SEBAHAGIAN DARI HADIS INI
*Kemudian Allah Menyerahkan Al Haq/Kekuasaan-Nya Kepada Siapa Yang Ia Kehendaki.
Panji-panji yang keluar sebelum Panji Hitam Imam Mahdi adalah panji kesesatan.
sebuah riwayat dari Abu Abdullah , ia berkata,
“Siapa pun di antara kami Ahlul Bait yang keluar demi berjihad sebelum datangnya Imam Mahdi untuk menolak kezaliman atau untuk membela kebenaran, niscaya ia akan tertimpa bencana. Kedatangan Imam Mahdi akan menambah kekuatan golongan kita.”
• sebuah riwayat dari Abu Ja’far , ia berkata,
“Setiap bendera yang dikibarkan sebelum munculnya Imam Mahdi maka yang melakukannya adalah thoghut.”
Sebab tu para ahlulbait dan para wali Allah tidak sesekali masuk campur konflik perang timur tengah sesama islam itu kerana ia suatu bencana fitnah hinggalah datang suatu keputusan dari Allah berupa seruan dilangit atau kezahiran Al-Hasyimi dan Pemuda Bani Tamim sebagainya.
by abusalafy
*Kemudian Allah Menyerahkan Al Haq/Kekuasaan-Nya Kepada Siapa Yang Ia Kehendaki.
Panji-panji yang keluar sebelum Panji Hitam Imam Mahdi adalah panji kesesatan.
sebuah riwayat dari Abu Abdullah , ia berkata,
“Siapa pun di antara kami Ahlul Bait yang keluar demi berjihad sebelum datangnya Imam Mahdi untuk menolak kezaliman atau untuk membela kebenaran, niscaya ia akan tertimpa bencana. Kedatangan Imam Mahdi akan menambah kekuatan golongan kita.”
• sebuah riwayat dari Abu Ja’far , ia berkata,
“Setiap bendera yang dikibarkan sebelum munculnya Imam Mahdi maka yang melakukannya adalah thoghut.”
Sebab tu para ahlulbait dan para wali Allah tidak sesekali masuk campur konflik perang timur tengah sesama islam itu kerana ia suatu bencana fitnah hinggalah datang suatu keputusan dari Allah berupa seruan dilangit atau kezahiran Al-Hasyimi dan Pemuda Bani Tamim sebagainya.
by abusalafy
Oleh Syekh Hasan bin Farhan Al Maliky
Banyak teman bertanya tentang status riwayat yang diriwayatkan Nu’aim bin Hammad dari Imam Ali tentang pensifatan Ash-habud Daulah (Pemilik Negara) apakah ia shahih?
Sedangkan sanadnya Hasan -dengan bantuan bukti-bukti penunjang (qarain)-
apalagi realita di lapangan membenarkannya. Selain itu, ia adalah atsar
tentang “pridiksi masa yang akan datang”, ia bukan terkait tentang
hukum Syari’at. Maka atsar ini shahih (insyaallah).
Abubakar Al Baghdadi Pimpinan ISIS/Da’esh |
Kami akan sedikit merincinya.
Nash atsar itu terdapat dalam kitab al Fitan karangan Nu’aim bin Hammad sebagai berikut:
.
النص في كتاب الفتن لنعيم بن حماد: [حدثنا الوليد ورشدين عن ابن لهيعة عن أبي قبيل عن أبي رومان عن علي بن أبي طالب رضى الله عنه قال: إذا رأيتم الرايات السود فالزموا الأرض فلا تحركوا ايديكم ولا أرجلكم، ثم يظهر قوم ضعفاء لا يؤبه لهم، قلوبهم كزبر الحديد، هم أصحاب الدولة، لا يفون بعهد ولا ميثاق، يدعون إلى الحق وليسوا من أهله، أسماؤهم الكنى ونسبتهم القرى، وشعورهم مرخاة كشعور النساء، حتى يختلفوا فيما بينهم، ثم يؤتي الله الحق من يشاء]ا.هـ.
Al Walid dan Rusydin mengabarkan kepada kami dari Ibnu Luhai’ah (Lahi’ah) dari Abu Qabil dari Abu Ruman dari Ali bin Abi Thalib ra., ia berkata:
“Jika kamu menyaksikan bendera-bendera hitam maka tetaplah di tanah dan jangan menggerakkan tangan-tangan dan kaki-kaki kamu. Kemudian akan muncul satu kaum yang lemah tidak dihiraukan (rendahan), hati mereka bagaikan batangan baja (kaku-keras).
Mereka adalah pemilik negara/kekuasaan, mereka tidak setia kepada perjanjian dan kesepakatan, mereka mengajak kepada al haq tetapi mereka bukan ahlinya (yang berpegang teguh kepadanya). Nama-nama mereka menggunakan abu … abu …, nisbat mereka kepada desa-desa.
Rambut mereka terjulur bagaikan rambut para wanita. Setelah itu mereka berselisih di antara sesama mereka sendiri, *kemudian Allah menyerahkan al haq/kekuasaan-Nya kepada siapa yang Ia kehendaki.”
Perawi Dalam Sanad:
1). Nu’aim bin Hammad al Khuza’i, penulis kitab. Beliau salah satu guru besar al Bukhari, walaupun masih diperselisihkan kualitasnya.
Dan kedua gurunya yaitu:
2). Al Walid bin Muslim dan 3) Rusyaid.
Al Walid bin Muslim seorang ulama penduduk Syam. Melakukan tindakan Tadlis taswiyah (memanipulasi dalam meriwayatkan hadis) hanya saja riwayatnya didukung oleh riwayat Rusyaid bin Sa’ad.
Dan ia (Rusyaid) dha’if/lemah dalam periwayatan hanya saja dukungannya
dapat diterima sesuai dengan syarat yang ditetapkan Ahli Hadis.
4). Guru keduanya yaitu Ibnu Luhai’ah.
Ia seorang Qadhi/Jaksa dan ahli fiqih negeri Mesir. Ia juga masih diperselisihkan, hanya saja hadisnya terdapat di kitab-kitab Sunan (kitab Hadis).
5) Guru Ibnu Luhai’ah yaitu Abu Qabil al Ma’afiri.
Ia seorang Tabi’in yang senior. Ia tsiqah/jujur terpercaya dan alim tentang peristiwa-peristiwa peperangan.
6) Abu Ruman yang meriwayatkan langsung dari Imam Ali.
Ia sepertinya tidak dikenal, hanya saja
riwayatnya dari Abu Qabil darinya sedangkan ia itu dikenal banyak
mengetahui riwayat tentang malahim (kejadian-kejadian masa akan datang) menguatkan statusnya. …
Jadi secara global dapat dikatakan sanad ini lemah… Tapi bisa juga kamu katakan Hasan sanadnya jika bukti-bukti pendukungnya tersedia, seperti realita membenarkannya dan kedalaman ilmu Abu Qabil tentang peristiwa-peristiwa masa akan datang.
Maka sanad seperti ini dalam data-data sejarah dan berita masa akan datang bisa dianggap tergolong shahih…
Shahih itu bertingkat-tingkat, dari Hasan dengan bantuan pendukung dari
luar hingga Mutawatir. Ia tidak hanya satu tingkat saja. Dan kamu punya
hak untuk menerima atau menolaknya. Karenanya banyak ucapan Ahli Hadis:
“Hadis ini shahih insyaallah… Hasan insyaallah…”.
Mengapa demikian?
Karena mereka mengetahui bahwa mayoritas hadis dan atsar itu bersifat dzanni (tidak pasti seratus persen), yang bersifat qath’i sangat jarang.
Kalimat: “Ini hadis shahih insyaallah” yang dicemooh sebagian orang yang tidak mengerti sebenarnya adalah metode kaum berakal dari kalangan Ahli Hadis seperti Abu ‘Uwanah dalam kitab Mustakhrajat Abu ‘Uwanah, 6/415, ia berkata:
“Dan hadis-hadis riwayat Mathar menurutku ia tidak mengeluarkan (meriwayatkan)nya. Dan ia shahih insyaallah.”
Demikian juga dengan al Hakim dalam al Mustadrak, 1/166: “Hadis riwayat Abu al Hubab shahih insyaallah.”
Dan begitu pula al Haitsami dalam kitab Majma’ az Zawaid, 2/75 berkata: “Dan telah lewat hadis riwayat Abdullah bin ‘Amr dalam Bab Mendekat kepada Pembatas adalah hadis shahih insyaallah.”
Begitu juga dengan Ibnu Abdil Barr dalam kitab Jami’ Bayan al Ilmi wa Fadhlihi, 3/153: “Dan kedua hadis ini shahih insyaallah.”
Dan menurut al Albani redaksi itu datang sebanyak sepuluh kali. Hal ini wajar.
Kembali Kepada Hadis/Atsar Dari Imam Ali
Hadis dari Imam Ali tentang pensifatan ISIS tampak bagi saya bahwa ia shahih insyaallah. Dan ketika saya mengatakan hadis Ali tentang pemilik kekuasaan/negara itu shahih menurut penilaian saya, maka adalah hak Anda untuk mengatakannya: “Hadis itu batil menurut saya.” Sebab seperti berulang kali saya katakan bahwa mayoritas hadis berada dalam ranah dzan dan keraguan serta tarjih (pengunggulan).
.
Dan bukti-bukti keshahihannya menurut saya adalah sebagai berikut:
(1) Setiap redaksi dalam hadis itu sangat jeli dalam mensifati ISIS, seperti ucapannya: “Mereka orang-orang yang tidak dihiraukan (rendahan) hingga: “seperti rambut para wanita. Dan akan terjadinya perpecahan di antara mereka. Jadi redaksi itu sangat jeli.
.
.
(2) Imam Ali memiliki pengatahuan tentang fitnah-fitnah (yang bakal tetjadi di akhir zaman) dan peristiwa-peristiwa. Beliau lebih mengetahui semua itu daripada Hudzaifah yang mengetahui nama-nama sahabat yang berniat membunuh Nabi secara diam-diam. Ali juga mengetahuinya.
.
Kembali Kepada Hadis ISISI dan Redaksi:
(1) Mereka orang-orang yang diabaikan/tidak dihargai.
Kondisi ini sesuai kenyataan. Tidak ada yang menghiraukan mereka
sehingga mereka menduduki separoh Irak dan mengalahkan pemberontak
Suria.
(2) Hati-hati mereka bagaikan batangan baja… Ini juga nyata. Kekakuan hati mereka adalah kenyataan yang disepakati. Karenanya mereka terjunjung tinggi di kalangan Salafy (Salafy adalah sumber rujukan pemikiran ISIS. Fatwa-fatwa menghalalkan membunuh kaum wanita dan bocah-bocah adalah fatwa Salafi).
Kemudian redaksi kunci dalam hadis itu:
(3) Mereka pemilik negera (daulah).
Ini adalah kata kunci… Ia rahasia. Ia mukjizat. Ini juga terealisasi
pada mereka, tidaklah mungkin dibuat-buat secara palsu oleh seorang pun
sebelum 1200 tahun yang lalu.
(4) Mereka tidak menepati janji dan kesepakatan… Ini juga sesuatu yang pasti pada mereka. Dr. Al Mis’ari memiliki kajian terinci tentang kisah-kisah ingkar janji dan pembatalan kesepakatan sepihak mereka, bagaimana mereka menghabisi nyawa delegasi pihak lain dan juga para tamu… Memang sangat mengherankan sekali!
(5) Mereka mengajak kepada al haq sedangkan mereka bukan ahlinya. Ini juga terwujud pada mereka.
Karena itu mereka menipu banyak orang sehingga mereka dianggap pemegang
teguh agama. Pengenalan tentang sejatinya mereka sangat rapuh, karena
manusia hanya mengikuti bayang-bayang mereka belaka.
(6) Nama-nama yang mereka pakai adalah kun-yah (dengan nama depan abu atau ummu) dan nisbah mereka mengguanakan desa. Abu Fulan al Baghdadi, atau fulan as Syisyani, Abu Fulan al Libi. Ini juga terwujud pada mereka bukan hanya pada segelintir mereka saja.
(7) Rambut-rambut mereka terjulur seperti rambut para wanita...
Ini juga aneh sekali. Ini membuktikan bahwa para sahabat dan Tabi’in
tidak menngunakan gaya rambut seperti itu. Panjang rambut mereka
sedang-sedang saja, tersisir rapi seperti para bangsawan.
Kira-kira delapan sifat/kriteria secara
bersatu terkumpul pada mereka, tidak terkumpul pada selain mereka. Semua
kelompok selain mereka (ISIS) paling tidak mereka tidak memiliki
(mendirikan) negara, tidak terkecuali Taliban, mereka tidak merangkum
seluruh sifat tersebut.
Hal ini menunjukkan bahwa ilmu/informasi tentang berbagai peristiwa masa depan tidak seluruhnya batil/palsu,
dan tidak harus disyaratkan keshahihan sanad selama bukti peristiwanya
di pentas kejadian riil, dan terkumpul secara lengkap pada ISIS.
Berlebih-lebihan dalam menjadikan sanad
sebagai acuan tunggal hanya diadop oleh para Ahli Hadis yang
berkeras-keras. Nabi saw sendiri tidak mensyaratkan keshahihan sanad
sebagai acuan, seperti yang dilakukan para ekstrimis dari kalangan Ahli
Hadis, seperti ketika pengetahuan beliau tentang keadilan Raja Najasyi.
Andai Nabi saw mensyaratkan agar khabar/berita yang sampai kepada beliau
itu harus melalui sanad yang shahih, seperti si perawi itu seorang yang
Adil (baik dan shaleh), kuat hafalannya, Muslim dan sanadnya bersambung
dari perawi atasnya yang juga menyandang kriteria yang sama tanpa
dirusak oleh keganjilan dan penyakit perusak berita… Jika demikian Nabi
saw memberlakukannya pastilah hilang pengetahuan-pengetahuan…
Di sana
memang ada berita yang bersifat mutawatir yang tidak butuh lagi kepada
sanad dan ada juga berita-berita yang sanadnya itu ya bukti-bukti
pendukung kebenarannya itu sendiri… Ada berita yang dibenarkan oleh
realitanya sendiri… Berita seperti ini dapat diterima dan tidak
disayaratkan syarat-syarat yang biasa diterapkan untuk menerima hadis.
Selain itu, Ahli Hadis boleh jadi telah
meriwayatkan sebuah berita/hadis dengan sanad yang shahih sementara
kenyataan ia adalah hadis yang batil/palsu seperti contoh hadis
Al-Jasasah, dan kebanyakan -jika tidak keseluruhan- hadis tentang Dajjal… Demikianlah, di sana ada tolok ukur di luar yang biasa diberlakukan Ahli Hadis.
KESIMPULAN:
Bahwa peluang masih terbuka lebar, seorang dari kalian bisa menerima kebenaran atsar ini dan yang lainnya juga boleh menolaknya karena kedha’ifan pada sanadnya…
Dan bendera hitam yang pasti bukan bendera mereka -sesuai dengan atsar di atas- sebab ia muncul setelah mereka. - Syekh Hasan bin Farhan Al Maliky
Mengapa Salafi-Wahabi ISIS Membunuh Sesama Muslim?
Mengapa Salafi-Wahabi ISIS membunuh umat Islam?. Pertanyaan ini perlu di
renungkan sekaligus dikaji sebabnya. Berikut ini merupakan kajian
terhadap ktab Ibnu Taimiyyah :
*** ***
Ibn Taymiyyah adalah seorang Ulama yang lahir pada tahun 1200-an (600
tahun setelah Nabi wafat). Karya-karya ibn Taymiyyah adalah pedoman
utama bagi kaum Salafi-Wahabi. Bahkan istilah "Manhaj Salaf"
terinspirasi dari salah satu kitab ibn Taymiyyah yang berjudul "Minhaj
as-Sunnah". Namun karya ibn Taymiyyah yang paling digunakan kaum Salafi-Wahabi adalah Fatwa "Takfir", sebuah fatwa yang melegalkan mengkafirkan orang, tak hanya non-muslim, tapi juga mengkafirkan muslim, dan menghalalkan darahnya, yang digunakan sebagai Dasar "Jihad" ala Wahabi.
Fatwa Takfir diterbitkan oleh ibn Taymiyyah (tahun 1200-1300), belum ada pada era Nabi. Fatwa tersebut diterbitkan dalam masa DARURAT (saat itu Timur Tengah sedang menghadapi invasi bangsa Mongol). Dituangkan dalam kitabnya yang bernama "Majmu’ Al-Fatawa" sebagi berikut:
وَقَرَّرْته أَيْضًا
فِي أَصْلِ ” التَّكْفِيرِ وَالتَّفْسِيقِ ” الْمَبْنِيِّ عَلَى أَصْلِ الْوَعِيدِ. فَإِنَّ نُصُوصَ ” الْوَعِيدِ ” الَّتِي فِي الْكِتَابِ وَالسُّنَّةِ
"Dan telah aku tetapkan juga pada prinsip TAKFIR dan TAFSIQ yang dibangun di atas dasar dalil-dalil ancaman. Berdasarkan teks-teks ancaman yang terdapat dalam Al-Qur’an." (Kitab Majmu’ Al-Fatawa, 10/372)
Dalil ancaman (ayat al-Qur'an) yang dimaksud oleh Ibnu Taimiyyah adalah firman Allah SWT :
فَاقتُلُوا المُشرِكينَ حَيثُ وَجَدتُموهُم
“…maka Bunuhlah orang-orang Musyrik itu dimana saja kamu jumpai mereka” (QS. At Taubah 9:5 )
Beberapa kategori "Kafir" menurut Ibnu Taimiyyah, yakni:
مَنْ نَقَصَ الرَّسُولَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَوْ تَكَلَّمَ بِمَا يَدُلُّ عَلَى نَقْصِ الرَّسُولِ كَفَرَ 1.
“Barang siapa merendahkan Rasulullah, atau berkata yang melecehkan beliau maka ia KAFIR" (Majmu' Al-Fatawa, 35/99)
2. "Barang siapa berdoa kepada orang-orang mati (menyembah selain Allah) maka ia KAFIR" (halal darahnya)
3. "Barang siapa yang tidak tunduk / patuh pada (aturan) Khilafah setempat maka ia KAFIR" (halal darahnya)
4. "Barang siapa tidak berbaiat (tidak setia / berkhianat) kepada Khalifah setempat maka ia KAFIR" (halal darahnya) , DAN masih banyak lagi (tidak mungkin ditulis satu per satu).
Fatwa Takfir inilah yang digunakan oleh Jihadis Wahabi dari era Osama bin Laden, al-Qaeda, Amrozi bom bali, sampai ISIS, untuk pembenaran pembunuhan keji orang tak berdosa (sipil). Sekali lagi, Takfiri BUKAN madzhab / aliran.
Takfiri adalah FATWA yang digunakan Jihadis BERALIRAN Wahabi. Osama bin Laden beraliran Salafi-Wahabi, dan menggunakan Fatwa Takfir. al-Qaeda beraliran Salafi Wahabi, menggunakan Fatwa Takfir. ISIS yang dibentuk dari AQI (al-Qaeda in Iraq asuhan Abu Musab al-Zarqawi) beraliran Salafi Wahabi menggunakan Faktwa Takfir. maka mereka disebut WAHABI-TAKFIRI.
TAKFIR SUDAH ADA JAMAN NABI ADALAH HOAX
Muhammad ibn ʿAbd al-Wahhab, Ulama pembawa aliran Salafi-Wahabi yang baru lahir tahun 1700-an (1100 tahun setelah nabi wafat) membuat Klaim bahwa TAKFIR sudah ada sejak jaman Nabi, berdasarkan kisah sahabat Nabi Abu Bakar R.A. yang ingin menindak beberapa klan Arab yang tidak mau membayar Zakat.
Abu Bakar R.A. berkata, "Demi Allah, saya akan memerangi orang yang memisahkan Shalat dan Zakat (sholat tapi tidak berzakat). Allah saksinya, saya akan memerangi siapapun jika mereka menolak untuk memberikan Zakat (retribusi kekayaan). Allah saksinya, sungguh saya akan perangi!"
ABU BAKAR TIDAK PERNAH GUNAKAN KATA "KAFIR" . Klaim Fatwa Takfir sudah ada sejak zaman Nabi adalah Tidak Benar, karena Abu Bakar R.A. tidak pernah gunakan kata "Kafir". Satu lagi kesalahan penggunaan Fatwa Kafir adalah Ibn Taymiyyah mengeluarkan fatwa tersebut pada masa DARURAT perang, BUKAN untuk digunakan sembarangan pada masa damai seperti yang dilakukan oleh Jihadis Wahabi seperti al-Qaeda & ISIS.
*** ***
Oleh : Dafid Fuadi
Sumber/Referensi:
1. Kitab Majmu al-Fatwa al-Kubra, Ibn Taymiyyah, 36 VOLUME
2. Kitab Majmu al-Fatwa, Ibn Taymiyyah, VOL. 10, hal. 372
3. Kitab Majmu al-Fatwa, Ibn Taymiyyah, VOL. 35, hal. 99
4. Kitab al-Tawhid, Ibn Abd al-Wahhab, BAB 9, hal. 51
1. Kitab Majmu al-Fatwa al-Kubra, Ibn Taymiyyah, 36 VOLUME
2. Kitab Majmu al-Fatwa, Ibn Taymiyyah, VOL. 10, hal. 372
3. Kitab Majmu al-Fatwa, Ibn Taymiyyah, VOL. 35, hal. 99
4. Kitab al-Tawhid, Ibn Abd al-Wahhab, BAB 9, hal. 51
Di
Suriah, Iraq, Libya dan berbagai negeri lainnya pun sama saja. Kedua
belah pihak yang berperang dan saling berbunuhan itu ternyata sama-sama
muslim. Pertanyaanya : Apakah perang yang terjadi sesama muslim itu, lepas dari apa latar belakang penyebabnya, dibenarkan dalam syariat Islam? Apakah termasuk jihad fi sabilillah juga? Apa memang begini ajaran agama Islam, untuk bisa membela agama Islam, haruskah kita pamer kepada orang lain untuk saling berbunuhan? Mohon penjelasan yang rinci dari Al-Quran dan As-Sunnah. Sebab tidak sedikit para pemuda yang diajak ikut-ikutan untuk menghunus pedang dan menembakkan peluru kepada sesama muslim sendiri. Sebelumnya saya ucapkan terima kasih banyak. Wassalam | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Apa yang menjadi keprihatinan Anda sebenarnya juga menjadi keprihatinan seluruh dunia Islam. Sayang sekali memang, di tengah harapan kebangkitan Islam di abad ke-15 hijriyah, ternyata kita masih juga harus menelan pil pahit kenyataan, yang membuat kita susah makan dan susah tidur. Walaupun perang dan berbunuhan sesama muslim itu dilarang dalam agama, pada kenyataannya justru kita seringkali menyaksikan pemandangan yang membuat kita mengurut dada. Satu kelompok umat Islam menyerbu sesama umat Islam juga, yang satu teriak Allahuakbar, lawannya pun sama meneriakkan Allahuakbar. Mirisnya, kedua belah pihak merasa yakin apa yang dilakukannya itu atas nama Allah, demi membela kepentingan Allah. Tetapi keduanya sama-sama berbunuhan. Sungguh ini bukan jihad tetapi fitnah dan perang saudara. Kalau saja Rasulullah SAW masih hidup dan menyaksikan pemandangan itu, pastilah beliau marah besar. Selain perang dan berbunuhan dengan saudara sesama muslim itu haram, justru musuh-musuh Islam yang sesungghnya akan berbahagia. Mereka tidak perlu capek-capek membunuh umat Muhammad, karena sesama umat Muhammad sudah perang saudara sendiri. Mereka cukup menunggu saja, tak lama lagi pasti akan menang. Haram Berperang dan Saling Berbunuhan Dengan Sesama Muslim Tidak ada salahnya kalau kita mengulang-ulang kembali pelajaran tentang ajaran Islam yang damai. Islam tidak membolehkan kita membunuh orang kafir, selama dia bukan kafir harbi. Apalagi membunuh muslim, tentu jauh lebih haram lagi. Setiap muslim yang pernah belajar ilmu syariah, pasti tahu bahwa hukum membunuh nyawa sesama muslim diharamkan dan merupakan dosa besar. Tindakan keji itu jelas diharamkan dalam Al-Quran dan As-Sunnah. Ada begitu banyak dalil yang melarang perang dengan sesama pemeluk agama Islam sendiri, di antaranya : 1. Diancam Masuk Jahannam dan Abadi di dalamnya Orang yang membunuh nyawa seorang muslim tanpa hak, maka Allah SWT mengancamnya dengan siksa berupa dimasukkan ke dalam neraka jahannam. Tidak akan keluar lagi, abadi di dalamnya.
وَمَنْ يَقْتُلْ مُؤْمِناً
مُتَعَمِّداً فَجَزَاؤُهُ جَهَنَّمُ خَالِداً فِيهَا وَغَضِبَ اللَّهُ
عَلَيْهِ وَلَعَنَهُ وَأَعَدَّ لَهُ عَذَاباً عَظِيماً
Siapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja, maka balasannya ialah Jahanam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutukinya serta menyediakan azab yang besar baginya. (Qs. An-Nisa' : 93) Perhatikan baik-baik detail ayat ini. Rupanya orang yang membunuh nyawa muslim tanpa hak, bukan hanya dimasukkan ke dalam jahannam saja. Ternyata masih ada lagi ancaman lainnya, yaitu Allah SWT marah kepada pelakunya, bahkan mengutuk atau melaknatnya. Di dalam banyak kitab tafsir disebutkan bahwa menurut Abdullah Ibnu Abbas radhiyallahuanhu, inilah ayat yang terakhir kali turun dalam sejarah kehidupan Rasulullah SAW. Tidak ada lagi ayat yang turun setelah ayat ini. 2. Membunuh Satu Nyawa Sama Dengan Membunuh Semua Nyawa Salah satu alasan kenapa membunuh nyawa muslim diharamkan, karena pembunuhan nyawa manusia itu akan melahirkan dendam dari pihak keluarga atau kelompoknya. Lalu dendam ini akan melahirkan pembunuhan yang kedua, ketiga dan seterusnya.
مِنْ أَجْلِ ذَلِكَ
كَتَبْنَا عَلَى بَنِي إِسْرائيلَ أَنَّهُ مَنْ قَتَلَ نَفْساً بِغَيْرِ
نَفْسٍ أَوْ فَسَادٍ فِي الأَرْضِ فَكَأَنَّمَا قَتَلَ النَّاسَ جَمِيعاً
وَمَنْ أَحْيَاهَا فَكَأَنَّمَا أَحْيَا النَّاسَ جَمِيعاً
Siapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya.(QS. Al-Maidah : 32) Maka dalam syariat Islam, dendam untuk membunuh itu diharamkan. Istilah nyawa dibayar nyawa tidak dikenal di dalam syariat Islam, kalau yang dimaksud adalah balas dendam dengan cara membunuh lagi. Nyawa dibalas nyawa hanya dibenarkan manakala dilakukan lewat proses pengadilan yang sah. Kalau pembunuhnya terbukti membunuh dengan sengaja, tanpa tekanan dan dengan penuh kesadaran, serta dilengkapi dengan saksi dan bukti yang diterima secara hukum, maka barulah dijalankan hukum qishash. Sebaliknya, bila pengadilan yang sah tidak berhasil membuktikannya, maka tidak bisa dijalankan hukum qishash. Dan penting untuk dicatat, eksekusi hukum qishash itu tidak dilakukan oleh pihak keluarga korban, melainkan oleh petugas negara. 3. Wasiat Allah : Haram Membunuh Muslim Kecuali lewat jalur hukum yang benar, maka membunuh nyawa seorang muslim itu jelas-jelas sesuatu yang diharamkan. Dan keharamannya disampaikan dalam bentuk WASIAT dari Allah.
وَلا تَقْتُلُوا النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلاَّ بِالْحَقِّ ذَلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ
Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar. (QS. Al-An'am : 151) Dan tidaklah ada orang yang melanggar apa-apa yang telah Allah SWT wasiatkan, kecuali dia memang benar-benar telah melakukan dosa besar. 4. Membunuh Muslim : Dosa Yang Dihisab Pertama Kali Di hari kiamat nanti, amal yang pertama kali dihisab dalam urusan hubungan kepada Allah adalah masalah shalat. Siapa yang lulus urusan shalatnya, maka dia akan mudah dalam hisab-hisab selanjutnya. Sedangkan dalam urusan dengan sesama manusia, amal-amal yang akan dihisab pertama kali adalah urusan hutang nyawa. Maksudnya, kalau sampai seorang muslim membunuh nyawa dengan sesama muslim, maka di akhirat urusannya akan jadi gawat. Sebab dosa membunuh nyawa sesama muslim ini akan menjadi pintu gerbang dan faktor penentu utama, apakah dia akan lulus dari hisab atau tidak. Dahsyatnya dosa membunuh sesama muslim digambarkan dalam hadits berikut ini :
أولُ ما يُحاسَبُ به العبدُ الصلاةُ وأولُ ما يُقضَى بينَ الناسِ الدماءُ
Yang dihisab pertama kali dari seorang hamba adalah masalah shalat. Dan yang pertama kali dihisab atas dosa sesama manusia adalah dosa menumpahkan darah muslim. (HR. Bukhari) Maka urusan membunuh dan menghilangkan nyawa sesama muslim ini amat berat. Kita tidak boleh gegabah dan menganggap dosa berbunuhan ini cuma masalah sepele. Jangan sampai urusan kita nanti di akhirat jadi runyam, cuma lantaran kita suka membunuh nyawa sesama muslim. 5. Kedua Belah Pihak Masuk NerakaRasulullah SAW tidak main-main ketika melarang sesama umat Islam saling berbunuhan. Kalau sampai ada perang dan saling berbunuhan antara dua pihak, padahal keduanya sama-sama mengaku muslim, maka ancamannya tidak tanggung-tanggung, yaitu kedua belah pihak diancam akan sama-sama masuk neraka. Rasulullah SAW bersabda :
إذا التقى المسلمان
بسيفيهما فالقاتل والمقتول في النار . قلت : يا رسول الله ، هذا القاتل
فما بال المقتول قال : إنه كان حريصاً على قتل صاحبه
Dari Abu Bakrah Nafiq bin Al-Harits, dia berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda,"Bila dua pihak muslim bertemu (saling berbunuhan) dengan pedang mereka, maka yang membunuh dan yang dibunuh masuk neraka. Aku bertanya,"Ya Rasulullah SAW, wajar masuk neraka bagi yang membunuh, tetapi bagaimana dengan yang dibunuh?". Beliau SAW menjawab,"Yang dibunuh masuk neraka juga, karena dia pun berkeinginan untuk membunuh lawannya". (HR. Bukhari dan Muslim) Pihak yang terbunuh ikut masuk neraka juga, karena biar bagaimana pun dia ikut terjun ke medan perang yang haram. Sebuah medan perang yang melibatkan kedua belah pihak yang sama-sama muslim adalah medan perang yang harus dijauhi dan tegas diharamkan untuk ikut terlibat di dalamnya. Maka sikap nekat dan ikut-ikutan membela salah satu pihak, lalu ikut saling berbunuhan juga, bukanlah termasuk jihad membela agama Allah. Perbuatan itu termasuk menginjak-injak larangan Rasulullah SAW, dan pantas bila yang membunuh dan yang terbunuh sama-sama masuk neraka. Dosanya jelas, karena yang terbunuh berniat untuk membunuh saudaranya. Seandainya dia tidak terbunuh, dia pun pasti akan membunuh juga. 6. Hancurnya Dunia Lebih Ringan Dari Membunuh Muslim Menumpahkan darah seorang muslim bukan cuma dosa, tetapi peristiwa itu lebih dahsyat dan hancurnya dunia dan alam semesta. Apalagi kalau sampai terjadi perang saudara sesama muslim, tentu lebih parah lagi kondisinya. Sebab dalam sebuah peperangan, nyawa yang terbunuh biasanya bukan cuma satu atau dua orang, tetapi bisa ratusan bahkan ribuan. Betapa beratnya dosa membunuh nyawa seorang muslim, juga ditegaskan oleh sabda Rasulullah SAW :
والذي نفسي بيده لقتل مؤمن أعظم عند الله من زوال الدنيا
Demi Allah Yang jiwaku berada di tangan-Nya, membunuh seorang muslim itu lebih dahsyat di sisi Allah dari hancurnya dunia. (HR. Muslim) Dalam riwayat yang lain disebutkan hal yang sama meski dengan redaksi yang agak berbeda :
لزوال الدنيا أهون على الله من قتل رجل مسلمٍ
Hancurnya dunia lebih ringan di sisi Allah dari dibunuhnya seorang muslim. (HR. Muslim) Maka haram bagi seorang muslim untuk turun ke medan perang, kalau orang yang harus dibunuhnya ternyata masih beragama Islam. Dan tentu saja perang semacam itu bukan jihad. Sebab jihad itu hanya dalam rangka perang melawan orang kafir saja. Kafirnya pun bukan sembarang kafir, tetapi syaratnya harus kafir harbi. 7. Nyawa Seorang Muslim Hanya Halal Lewat Pengadilan Syariah Yang Sah Pada dasarnya umat Islam itu bersaudara. Maka tidak boleh seorang muslim menghunuskan pedangnya kepada sesama muslim, apalagi sampai membunuh dan menumpahkan darah. Kalau pun ada jalur yang sah dimana darah seorang muslim itu bisa menjadi halal, maka jalurnya amat sempit dan terbatas sekali. Di dalam hadits nabi kita sudah diingatkan bahwa tidak halal darah seorang muslim, kecuali hanya karena satu dari tiga sebab.
لايحل دم امرئ مسلم يشهد
أن لا إله إلا الله وأني رسول الله إلا بإحدى ثلاث : الثيّب الزاني
والنفس بالنفس والتارك لدينه المفارق للجماعة
Tidak halal darah seorang muslim yang telah bersaksi tiada tuhan selain Allah dan Aku adalah utusan Allah, kecuali karena satu dari tiga penyebab. [1] Pelaku zina, [2] nyawa dibalas nyawa (qishash), dan [3] orang yang keluar dari agama dan meninggalkan jamaah umat Islam. (HR. Bukhari dan Muslim) Hanya dalam salah satu dari tiga kasus ini saja yang syariat membolehkan dibunuhnya seorang yang beragama Islam. Itu pun tidak boleh dilakukan seenaknya, harus lewat proses pengadilan yang panjang. Harus ada saksi yang memenuhi syarat, harus ada bukti dan semua syubuhat benar-benar bersih. Syubuhat secara bahasa adalah ketidak-jelasan. Namun dalam pengertian yang lebih jauh, syubuhat termasuk semua hal yang membuat alasan untuk menjatuhkan vonis hukuman mati menjadi tidak kuat. Salah satunya ketika ada seorang wanita yang dengan ikrar dan pengakuannya sendiri menyatakan telah berzina dan minta dijatuhi hukum rajam. Namun karena wanita ini mengandung bayi di dalam perutnya, hukum rajam tidak bisa dilaksanakan. Sebab meski syariat Islam mengenal hukuman mati buat pelaku kejahatan tertentu, namun hukuman itu bisa dibatalkan bila ada syubuhat. Prinsipnya sebagaimana yang Rasulullah SAW tegaskan :
ادرؤا الحدود بالشبهات
Tolaklah pelaksanaan hukum hudud dengan adanya syubuhat.Kalau Terlanjur Pecah Perang Sesama Muslim, Apa Yang Wajib Kita Lakukan?Yang wajib kita lakukan tentu saja menghentikan perang itu. Kita damaikan kedua belah pihak yang masih bersaudara dalam Islam. Dengan syarat selama kita mampu dan bisa mendamaikan. Tetapi mendamaikan dua belah pihak yang dikuasai nafsu syaitani untuk saling membunuh memang bukan perkara mudah. Namanya saja orang kesetanan, maka setanlah yang lebih berkuasa dan bertahta. Alih-alih kita bisa mendamaikan, justru kita sendiri yang malah ikut juga diperangi. Atau malah ikut perang juga, karena terpengaruh situasi. Nasib kita bisa seperti nasib Nabi Musa alaihissalam. Ketika melihat dua orang berseteru, beliau niatnya ingin mendamaikan. Tetapi karena nafsu angkara murka, justru Nabi Musa akhirnya malah terlibat ikut membunuh salah satunya. Dan ujung-ujungnya, Nabi Musa yang tidak tahu urusan apa-apa, malah dikejar-kejar orang sekampung jadi buronan. Akhirnya beliau terpaksa mengungsi ke negeri Madyan. Maka kalau sudah demikian parah kondisinya, ada baiknya kita diam saja. Diam bukan berarti setuju, tetapi diam karena tidak ingin ikut memperkeruh suasana yang panas membara. Dan tidak perlu mengajak-ajak orang lain ikut nimbrung ke dalam arena peperangan, karena bisa-bisa malah akan jadi korban peluru nyasar. Namanya juga orang lagi perang, peluru bisa beterbangan kemana saja. Tidak peduli kawan atau lawan, bahkan orang yang netral sekalipun bisa terkena terjangan timah panas. Jadi kita bukan tidak boleh peduli dengan nasib umat Islam. Tetapi kalau yang kita pedulikan itu sedang terlibat perang dengan sesama saudaranya, kita harus cerdas dan cermat, agar jangan sampai ikut memperparah situasi. Jihad Rasululllah SAW : Minim Korban Jihad memang disyariatkan dalam agama Islam. Namun dari semua jihad yang dijalankan oleh Rasulullah SAW, tidak ada satupun yang diarahkan untuk memerangi sesama pemeluk Islam sendiri. Bahkan orang-orang munafik di Madinah yang seringkali bikin onar dan fitnah, tidak pernah dihalalkan darahnya. Sebab sebejat apapun orang munafik itu, secara status mereka masih termasuk orang Islam. Urusan dia berpura-pura, kita serahkan saja kepada Allah SWT. Kalau pun Rasululullah SAW berperang dan membunuh, maka yang dibunuh hanya sebatas orang-orang kafir harbi, yang posisi mereka memang siap membunuh atau dibunuh. Itu pun kalau kita hitung secara statistik, jumlah korban nyawa dalam semua perang di masa Nabi SAW sangat minim. Totalnya korbannya dari pihak muslim dan kafir hanya sampai 386 orang saja. Padahal beliau menanage puluhan peperangan. Dr. Muhammad Imarah, salah seorang ilmuwan Mesir pernah menuliskan data tentang minimnya jumlah korban nyawa selama 23 tahun perang yang dijalankan oleh Rasulullah SAW. Dan angkanya cukup mencengangkan. Ternyata jumlah korbannya minim sekali, baik di pihak muslim ataupun di pihak orang kafir.
Penelitian ini menarik sekali, ternyata jumlah korban cuma 386 orang saja, sudah termasuk korban dari pihak muslim dan kafir. Sebuah fakta yang barangkali jarang kita sadari, mengingat bab jihad cukup mendapat tempat di dalam kitab fiqih. Dan ayat-ayat tentang jihad cukup banyak bertabur di dalam Al-Quran. Bahkan banyak sekali hadits-hadits yang bicara tentang jihad. Semua fakta ini menggugurkan mitos bahwa agama Islam harus darah, sebagaimana yang ditudukan oleh orang-orang kafir. Bahkan tidak sedikit di kalangan umat Islam sendiri yang sadar bahwa agama tidak mengajarkan kita untuk mudah membunuh nyawa manusia. Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, |
Larangan Mencaci dan Membunuh Sesama Muslim
Saat ini ada sebagian kecil Muslim yang “berjihad” membunuh sesama Muslim lainnya. Sekedar mengingatkan:
Rasulullah SAW bersabda,
“Seorang muslim itu bersaudara terhadap muslim lainnya, ia tidak boleh
menganiaya dan menghinanya. Seseorang cukup dianggap berlaku jahat
karena ia menghina saudaranya sesama muslim.”(HR.Muslim)
Termasuk perbuatan mencaci muslim di
antaranya adalah menyakiti, mencela, mengadu domba serta senang
menyebarkan gosip yang tidak benar, mencemarkan nama baik sehingga bisa
merusak keluhuran martabat saudaranya, dan membuka rahasia pribadi yang
tidak patut diketahui orang lain.
Allah
SWT berfirman, “Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang mukmin
laki-laki atau perempuan tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka
sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata.” (QS.
AlAhzab:58)
Apa pun dalihnya, sesungguhnya haram
mencaci dan membunuh sesama Muslim. Kecuali betul-betul ada pengadilan
di bawah Khalifah Islam yang membuktikan bahwa orang itu memang harus
dihukum mati.
Namun kalau cuma kelompok seperti firqoh
atau golongan tak boleh melakukan itu. Minimal harus ada
Ijma’/Kesepakatan Ulama agar tidak jadi golongan Khawarij yang mudah
mengkafirkan dan membunuh sesama Muslim.
“Mencela sesama muslim adalah kefasikan dan membunuhnya adalah kekufuran” (Bukhari no.46,48, muslim no. .64,97, Tirmidzi no.1906,2558, Nasa’I no.4036, 4037, Ibnu Majah no.68, Ahmad no.3465,3708)
Ada yang dengan dalih mengajak ke
sunnah, memurnikan Tauhid, dsb tapi justru mencaci ummat Islam dengan
kata-kata: “Ahlul Bid’ah”, Musyrik, Sesat, dan sebagainya. Bukannya
mengikuti sunnah, akhirnya justru melanggar perintah Allah dan RasulNya
karena Allah melarang kita mencela sesama Muslim:
“(Orang-orang munafik itu) yaitu
orang-orang yang mencela orang-orang mukmin yang memberi sedekah dengan
sukarela dan (mencela) orang-orang yang tidak memperoleh (untuk
disedekahkan) selain sekedar kesanggupannya, maka orang-orang munafik
itu menghina mereka. Allah akan membalas penghinaan mereka itu, dan
untuk mereka azab yang pedih.” [At Taubah 79]
“Kecelakaanlah bagi setiap pengumpat lagi pencela” [Al Humazah 1]
“Dan janganlah kamu ikuti setiap
orang yang banyak bersumpah lagi hina,yang banyak mencela, yang kian ke
mari menghambur fitnah” [Al Qalam 10-11]
Ayat Al Qur’an dan hadits di atas sering
mereka ucapkan. Namun sering pula mereka langgar sehingga mereka
mengumpat dan bersangka buruk terhadap sesama Muslim.
Jika diingatkan dengan enteng mereka berdalih: “Ah mereka bukan Muslim!”
Tidak pantas bagi seorang Muslim untuk
mudah menganggap sesat atau mengkafirkan sesama Muslim yang masih sholat
dan mengucapkan 2 kalimat syahadah. Jika begitu, maka mereka itu lemah
imannya atau mungkin justru tidak punya iman:
“Hai orang-orang yang beriman,
apabila kamu pergi (berperang) di jalan Allah, maka telitilah dan
janganlah kamu mengatakan kepada orang yang mengucapkan “salam”
kepadamu: “Kamu bukan seorang mukmin” (lalu kamu membunuhnya), dengan
maksud mencari harta benda kehidupan di dunia, karena di sisi Allah ada
harta yang banyak. Begitu jugalah keadaan kamu dahulu, lalu Allah
menganugerahkan nikmat-Nya atas kamu, maka telitilah. Sesungguhnya Allah
Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” [An Nisaa’ 94]
Tiga perkara berasal dari iman:
(1) Tidak mengkafirkan orang yang mengucapkan “Laailaaha illallah”
karena suatu dosa yang dilakukannya atau mengeluarkannya dari Islam
karena sesuatu perbuatan;
(2) Jihad akan terus berlangsung
semenjak Allah mengutusku sampai pada saat yang terakhir dari umat ini
memerangi Dajjal tidak dapat dirubah oleh kezaliman seorang zalim atau
keadilan seorang yang adil;
(3) Beriman kepada takdir-takdir. (HR. Abu
Dawud)
Jangan mengkafirkan orang yang shalat karena perbuatan dosanya meskipun (pada kenyataannya) mereka melakukan dosa besar. Shalatlah di belakang tiap imam dan berjihadlah bersama tiap penguasa. (HR. Ath-Thabrani)
Rosululloh saw., bersabda:
من صلّى صلاتنا واستقبل قبلتنا وأكل ذبيحتنا فذلك المسلم
Barang siapa yang sholat
sebagaimana kami sholat, menghadap ke kiblat kami dan memakan sembelihan
kami maka ia muslim.” (Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Bukhori no. 391.
Ibnu Hajar dalam syarahnya mengatakan: “Di dalam hadis ini menunjukkan
bahwa masalah manusia itu dianggap yang nampak padanya.
Maka barangsiapa
yang menampakkan syi’ar-syi’ar agama diberlakukan padanya hukum-hukum
yang berlaku pada pemeluk agama tersebut selama ia tidak menampakkan
sesuatu yang bertentangan dengan hal tersebut.” (Fathul Bari I/497)
Dari hadits di atas jelas kalau seseorang Sholat, berarti dia Muslim. Karena dalam sholat itu ada Salam dan juga ada Tahlil. Mungkin ada yang berdalih dengan Hadits Abu Bakar yang memerangi orang yang tidak bayar zakat untuk membunuh orang yang sholat:
Mereka tidak paham konteks hadits tsb.
Abu Bakar bertindak selaku Khailfah. Kepala Negara yang memerangi kaum
yang tidak mau bayar zakat. Karena memungut dan mengelola zakat itu
adalah tugas pemerintah. Tapi kalau bukan Khalifah, misalnya cuma orang
biasa, tidak bisa dia seenaknya membunuh orang yang tidak bayar zakat.
عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى الله عليه وسلم قَالَ : أُمِرْتُ أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَشْهَدُوا أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّداً رَسُوْلُ اللهِ، وَيُقِيْمُوا الصَّلاَةَ وَيُؤْتُوا الزَّكاَةَ، فَإِذَا فَعَلُوا ذَلِكَ عَصَمُوا مِنِّي دِمَاءُهُمْ وَأَمْوَالُـهُمْ إِلاَّ بِحَقِّ الإِسْلاَمِ وَحِسَابُهُمْ عَلَى اللهِ تَعَالىَ
[رواه البخاري ومسلم ]
Dari Ibnu Umar ra sesungguhnya
Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda : Aku diperintahkan
untuk memerangi manusia hingga mereka bersaksi bahwa tidak ada Ilah
selain Allah dan bahwa Muhammad adalah Rasulullah, menegakkan shalat,
menunaikan zakat. Jika mereka melakukan hal itu maka darah dan harta
mereka akan dilindungi kecuali dengan hak Islam dan perhitungan mereka
ada pada Allah Subhanahu wata’ala. (Riwayat Bukhori dan Muslim)
Dalam hadits ini dipakai istilah أقاتل
(aku memerangi) bukan أقتل (aku membunuh). Keduanya berbeda. Dan dalam
kerangka hadits inilah Abu Bakar memerangi orang yang tidak mau
mengeluarkan zakat. Tidak ada satupun riwayat yang menunjukkan beliau
membunuh mereka.
Saat Abu Bakar ingin memerangi kaum yang tidak mau membayar zakat, Umar bin Khoththob mencegahnya.
Apakah engkau akan memerangi
orang yang mengucapkan syahadat Laa Ilaaha Illallaah? Padahal Nabi
bersabda: Aku diperintah untuk memerangi manusia sampai mereka
mengucapkan Laa Ilaaha Illallaah. Barangsiapa yang bersaksi demikian
maka akan terjaga dariku harta dan jiwanya kecuali dengan haknya dan
perhitungan (hisabnya) ada di sisi Allah.
Abu Bakr menyatakan : Demi
Allah, sungguh-sungguh aku akan perangi orang-orang yang memisahkan
antara sholat dengan zakat (mau sholat tapi tidak mau zakat), karena
sesungguhnya zakat adalah hak harta. Demi Allah, kalau seandainya mereka
tidak memberikan kepadaku tali untuk menggiring binatang ternak zakat
yang biasa mereka berikan pada Rasulullah shollallaahu ‘alaihi wasallam,
niscaya aku akan perangi mereka.
Hingga kemudian Umar menerima pendapat Abu Bakar dan mendukungnya (HR Bukhari dan Muslim).
Dan memang di berbagai ayat Al Qur’an, kata sholat dan zakat sering disebut bersamaan. Aqiimush sholaat wa aatuz zakaat. Dirikanlah Sholat dan Bayarkanlah Zakat [Al Baqarah 43]
Tapi kalau seorang Muslim sudah sholat
dan membayar zakat, haram bagi kita mengkafirkan atau membunuhnya.
Kecuali secara zahir/lisan mereka mengaku tidak percaya pada 6 Rukun
Iman dan mengkafirkan sesama Muslim.
Di saat Usamah, sahabat Rasulullah
saw, membunuh orang yang sedang mengucapkan, “Laa ilaaha illallaah, ”
Nabi menyalahkannya dengan sabdanya, “Engkau bunuh dia, setelah dia
mengucapkan Laa ilaaha illallaah.” Usamah lalu berkata, “Dia
mengucapkan Laa ilaaha illallaah karena takut mati.” Kemudian Rasulullah
saw. bersabda, “Apakah kamu mengetahui isi hatinya?” [HR Bukhari dan Muslim]
Lihat hadits di atas saat Usamah
berkilah: “Ah dia berpura2″ Ah dia taqiyah! Ah dia berbohong. Tidak
pantas kita berdalih seperti itu karena kita manusia tidak tahu isi hati
mereka. Kita hanya bisa menilai zahir lisan, tulisan, dan perbuatan
mereka.
Dan hadits Ibnu Umar tentang Kholid yang membunuh tawanan Bani Jadzi’ah setelah mereka mengucapkan:
صبأنا صبأنا
Artinya menurut mereka adalah
“Kami telah Islam.” Dan pengingkaran nabi terhadap Kholid. Hadits ini
diriwayatkan oleh Al-Bukhori.
Kafirnya Khawarij bukan karena aqidahnya
sesat atau karena ibadahnya penuh bid’ah. Aqidah dan ibadahnya bersih.
Namun sikap mereka yang mengkafirkan Muslim lain itulah yang
mengakibatkan mereka jadi kafir. Keluar dari Islam. Khawarij artinya
orang-orang yang keluar (dari Islam).
Kelompok Khawarij ini tak segan-segan
menista ummat Islam yang berbeda pendapat dengan mereka dengan berbagai
sebutan yang mereka sendiri tidak suka. Padahal itu dilarang oleh Allah
SWT:
“Hai orang-orang yang beriman,
janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain,
boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula
sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang
direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri
dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan.
Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan
barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang
zalim.
Hai orang-orang yang beriman,
jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari
purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan
janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu
yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu
merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah
Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.” [Al Hujuraat 11-12]
Dari Ibnu Mas’ud ra bahwa Rasulullah
SAW bersabda: “Tidak halal darah seorang muslim yang bersaksi bahwa
tiada Tuhan selain Allah dan bahwa aku adalah Utusan Allah, kecuali
salah satu dari tiga orang: janda yang berzina, pembunuh orang dan orang
yang meninggalkan agamanya berpisah dari jama’ah.” Muttafaq Alaihi.
Dari
‘Aisyah ra bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Tidak halal membunuh seorang
muslim kecuali salah satu dari tiga hal: Orang yang telah kawin yang
berzina, ia dirajam; orang yang membunuh orang Islam dengan sengaja, ia
dibunuh; dan orang yang keluar dari agama Islam lalu memerangi Allah dan
Rasul-Nya, ia dibunuh atau disalib atau dibuang jauh dari negerinya.”
Riwayat Abu Dawud dan Nasa’i. Hadits shahih menurut Hakim.
Dari
Ibnu Umar ra bahwa Nabi SAW bersabda: “Sesungguhnya orang yang paling
durhaka kepada Allah ada tiga: Orang yang membunuh di tanah haram, orang
yang membunuh orang yang tidak membunuh, dan orang yang membunuh karena
balas dendam jahiliyyah.” Hadits shahih riwayat Ibnu Hibban.
Keliru sekali jika ada
golongan Muslim yang mengira mereka berjihad saat memerangi Muslim
lainnya yang mereka anggap sesat atau kafir. Bukannya surga yang didapat
saat tewas justru nerakalah yang mereka dapat:
Jika terjadi
saling membunuh antara dua orang muslim maka yang membunuh dan yang
terbunuh keduanya masuk neraka. Para sahabat bertanya, “Itu untuk si
pembunuh, lalu bagaimana tentang yang terbunuh?” Nabi Saw menjawab,
“Yang terbunuh juga berusaha membunuh kawannya.” (HR. Bukhari)
Jika meninggalkan Jama’ah Islam (bagian terbesar ummat Islam) maka dia sesat. Tapi jika berperang karena fanatisme. Barangsiapa menolak
ketaatan (membangkang) dan meninggalkan jama’ah lalu mati maka matinya
jahiliyah, dan barangsiapa berperang di bawah panji (bendera)
nasionalisme (kebangsaan atau kesukuan) yang menyeru kepada fanatisme
atau bersikap marah (emosi) karena mempertahankan fanatisme (golongan)
lalu terbunuh maka tewasnya pun jahiliyah. (HR. An-Nasaa’i)
Terharap orang Kafir
yang mengaku Muslim pun kita tidak boleh membunuhnya apalagi jika dia
memang benar-benar Muslim terlepas menurut kelompok sebagian
Muslim/Firqoh dia adalah sesat:
Larangan membunuh orang kafir yang telah mengucapkan: Laa ilaaha illallah
Hadis riwayat Miqdad bin Aswad ra., ia berkata:
Wahai Rasulullah, apa pendapatmu jika aku
bertemu dengan seorang kafir, lalu ia menyerangku. Dia penggal salah
satu tanganku dengan pedang, hingga terputus. Kemudian ia berlindung
dariku pada sebuah pohon, seraya berkata: Aku menyerahkan diri kepada
Allah (masuk Islam). Bolehkah aku membunuhnya setelah ia mengucapkan
itu?
Rasulullah saw. menjawab: Jangan engkau bunuh ia. Aku memprotes:
Wahai Rasulullah, tapi ia telah memotong tanganku. Dia mengucapkan itu
sesudah memotong tanganku. Bolehkah aku membunuhnya? Rasulullah saw.
tetap menjawab: Tidak, engkau tidak boleh membunuhnya. Jika engkau
membunuhnya, maka engkau seperti ia sebelum engkau membunuhnya, dan
engkau seperti ia sebelum ia mengucapkan kalimat yang ia katakan.
(Shahih Muslim No.139)
Diriwayatkan
dari Usamah bin Zaid r.a.: Rasulullah SAW. pernah mengirimkan kami dalam
suatu pasukan (sariyyah); lalu pada pagi hari kami sampai ke Huruqat di
suku Juhainah, di sana saya menjumpai seorang laki-laki, dia berkata,
“La ilaha illallah – tiada tuhan selain Allah,” tetapi saya tetap
menikamnya (dengan tombak), lalu saya merasakan ada sesuatu yang
mengganjal di hati saya.
Setelah sampai di Madinah, saya memberitahukan
hal tersebut kepada Nabi SAW., lalu beliau bersabda, “Dia mengatakan,
‘La ilaha illallah’, kemudian kamu membunuhnya?” Saya berkata, “Wahai
Rasulullah, sungguh dia mengatakannya hanya kerana takut pada senjata.”
Beliau bersabda, “Tidakkah kamu belah dadanya, lalu kamu keluarkan
hatinya supaya kamu mengetahui, apakah hatinya itu mengucapkan kalimat
itu atau tidak?”
Demikianlah, beliau berulang-ulang mengucapkan hal itu
kepada saya sehingga saya menginginkan seandainya saya masuk Islam pada
hari itu saja. Sa’ad berkata, “Demi Allah, saya tidak membunuh seorang
Muslim sehingga dibunuhnya oleh Dzul Buthain, maksudnya Usamah.”
Lalu
ada orang laki-laki berkata, “Bukankah Allah SWT. telah berfirman, Dan
perangilah mereka supaya jangan ada fitnah dan supaya agama itu
semata-mata untuk Allah (QS Al-Anfal (8): 39).” Lalu Sa’ad menjawabnya,
“Kami sudah memerangi mereka supaya jangan ada fitnah, sedangkan kamu
bersama kawan-kawanmu menginginkan berperang supaya ada fitnah.” (1: 67 –
68 – Sahih Muslim)
Dari Usamah bin Zaid ra,
katanya: “Rasulullah s.a.w. mengirim kita ke daerah Huraqah dari suku
Juhainah, kemudian kita berpagi-pagi menduduki tempat air mereka. Saya
dan seorang lagi dari kaum Anshar bertemu dengan seorang lelaki dari
golongan mereka -musuh-.
Setelah kita dekat padanya, ia lalu
mengucapkan: La ilaha illallah. Orang dari sahabat Anshar itu menahan
diri daripadanya -tidak menyakiti sama sekali-, sedang saya lalu
menusuknya dengan tombakku sehingga saya membunuhnya.
Setelah kita
datang -di Madinah-, peristiwa itu sampai kepada Nabi s.a.w., kemudian
beliau bertanya padaku: “Hai Usamah, adakah engkau membunuhnya setelah
ia mengucapkan La ilaha illallah?”
Saya berkata: “Ya Rasulullah,
sebenarnya orang itu hanya untuk mencari perlindungan diri saja -yakni
mengatakan syahadat itu hanya untuk mencari selamat-, sedang hatinya
tidak meyakinkan itu.” Beliau s.a.w. bersabda lagi: “Adakah ia engkau
bunuh setelah mengucapkan La ilaha illallah?” Ucapan itu senantiasa
diulang-ulangi oleh Nabi s.a.w., sehingga saya mengharap-harapkan, bahwa
saya belum menjadi Islam sebelum hari itu -yakni bahwa saya
mengharapkan menjadi orang Islam itu mulai hari itu saja-, supaya tidak
ada dosa dalam diriku.” (Muttafaq ‘alaih)
Dalam riwayat lain disebutkan:
Lalu Rasulullah s.a.w. bersabda: “Bukankah ia telah mengucapkan La
ilaha illallah, mengapa engkau membunuhnya?” Saya menjawab: “Ya
Rasulullah, sesungguhnya ia mengucapkan itu semata-mata karena takut
senjata.” Beliau s.a.w. bersabda: “Mengapa engkau tidak belah saja
hatinya, sehingga engkau dapat mengetahui, apakah mengucapkan itu karena
takut senjata ataukah tidak -yakni dengan keikhlasan-.” Beliau s.a.w.
mengulang-ulangi ucapannya itu sehingga saya mengharap-harapkan bahwa
saya masuk Islam mulai hari itu saja.
Dari Jundub bin Abdullah r.a.
bahwasanya Rasulullah s.a.w. mengirimkan sepasukan dari kaum Muslimin
kepada suatu golongan dari kaum musyrikin dan bahwa mereka itu telah
bertemu -berhadap-hadapan.
Kemudian ada seorang lelaki dari kaum
musyrikin menghendaki menuju kepada seorang dari kaum Muslimin lalu
ditujulah tempatnya lalu dibunuhnya. Lalu ada seorang dari kaum Muslimin
menuju orang itu di waktu lengahnya. Kita semua memperbincangkan bahwa
orang itu adalah Usamah bin Zaid. Setelah orang Islam itu mengangkat
pedangnya, tiba-tiba orang musyrik tadi mengucapkan: “La ilaha
illallah.”
Tetapi ia terus dibunuh olehnya. Selanjutnya datanglah
seorang pembawa berita gembira kepada Rasulullah s.a.w. -memberitahukan
kemenangan-, beliau s.a.w. bertanya kepadanya -perihal jalannya
peperangan- dan orang itu memberitahukannya, sehingga akhirnya orang itu
memberitahukan pula perihal orang yang membunuh di atas, apa-apa yang
dilakukan olehnya.
Orang itu dipanggil oleh beliau s.a.w. dan menanyakan
padanya, lalu sabdanya: “Mengapa engkau membunuh orang itu?” Orang tadi
menjawab: “Ya Rasulullah, orang itu telah banyak menyakiti di kalangan
kaum Muslimin dan telah membunuh si Fulan dan si Fulan.”
Orang itu
menyebutkan nama beberapa orang yang dibunuhnya. Ia melanjutkan: “Saya
menyerangnya, tetapi setelah melihat pedang, ia mengucapkan: “La ilaha
illallah.” Rasulullah s.a.w. bertanya: “Apakah ia sampai kau bunuh?” Ia
menjawab: “Ya.” Kemudian beliau bersabda: “Bagaimana yang hendak kau
perbuat dengan La ilaha illallah, jikalau ia telah tiba pada hari
kiamat?” Orang itu berkata: “Ya Rasulullah, mohonkanlah pengampunan
-kepada Allah- untukku.” Rasulullah s.a.w. bersabda: “Bagaimana yang
hendak kau perbuat dengan La ilaha illallah, jikalau ia telah tiba pada
hari kiamat?” Beliau s.a.w. tidak menambahkan sabdanya lebih dari
kata-kata: “Bagaimanakah yang hendak kau perbuat dengan La ilaha
illallah, jikalau ia telah tiba pada hari kiamat?” (Riwayat Muslim)
Bukanlah orang Islam orang-orang yang membunuh sesama Muslim:
Hadis riwayat Abdullah bin Umar ra., ia berkata:
Nabi saw. bersabda: Barang siapa menghunus pedang kepada kami, maka ia bukanlah dari golongan kami. (Shahih Muslim No.143)
Nabi saw. bersabda: Barang siapa menghunus pedang kepada kami, maka ia bukanlah dari golongan kami. (Shahih Muslim No.143)
Hadis riwayat Abu Musa ra.:
Bahwa Nabi saw. bersabda: Barang siapa menghunus pedang kepada kami, maka ia bukanlah dari golongan kami. (Shahih Muslim No.145)
Bahwa Nabi saw. bersabda: Barang siapa menghunus pedang kepada kami, maka ia bukanlah dari golongan kami. (Shahih Muslim No.145)
Terhadap orang yang jelas-jelas munafik
seperti Abdullah bin Ubay pun Nabi tidak mau membunuhnya. Apa kata orang
jika aku membunuh sesama Muslim? Begitu sabda Nabi.
Jadi jika Muslim saling bunuh, jelas dia tidak mengikuti sunnah Nabi.
Hadis riwayat Jarir ra., ia berkata:
Ketika haji wada, Nabi saw. bersabda kepadaku: Suruhlah orang-orang diam. Setelah orang-orang diam, beliau bersabda: Janganlah sesudah kutinggalkan, kalian kembali menjadi orang-orang kafir, di mana sebagian membunuh sebagian yang lain. (Shahih Muslim No.98)
Ummat Islam itu berkasih sayang terhadap sesama, namun keras terhadap orang-orang kafir:
“Muhammad itu adalah utusan
Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap
orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka.
Kamu
lihat mereka ruku’ dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya,
tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud. Demikianlah
sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil,
yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya maka tunas itu
menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di
atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena
Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan
orang-orang mukmin). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman
dan mengerjakan amal yang saleh di antara mereka ampunan dan pahala yang
besar.” [Al Fath 29]
“Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum
yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintaiNya, yang bersikap
lemah lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap
orang-orang kafir, yang berjihad dijalan Allah, dan yang tidak
takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah,
diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas
(pemberian-Nya), lagi Maha Mengetahui.” [Al Maa-idah 54]
Orang-orang yang beriman tidak akan mengambil kaum Yahudi dan Nasrani sebagai pemimpin:
Hai orang-orang yang beriman,
janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi
pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian
yang lain. Barangsiapa diantara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin,
maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya
Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim. [Al Maa-idah
51]
Hanya orang munafik yang dekat dengan kaum Yahudi dan Nasrani yang saat ini tengah memusuhi Islam dan membantai ummat Islam:
“Maka kamu akan melihat
orang-orang yang ada penyakit dalam hatinya (orang-orang munafik)
bersegera mendekati mereka (Yahudi dan Nasrani), seraya berkata: “Kami
takut akan mendapat bencana.” Mudah-mudahan Allah akan mendatangkan
kemenangan (kepada Rasul-Nya), atau sesuatu keputusan dari sisi-Nya.
Maka karena itu, mereka menjadi menyesal terhadap apa yang mereka
rahasiakan dalam diri mereka.” [Al Maa-idah 52]
Orang yang suka mencaci seorang muslim,
maka kelak semua amal yang telah dilakukannya menjadi sia-sia. Ini
seperti dikatakan dalam sebuah hadis, “Dari Abu Hurairah ra. Ia berkata,
“Rasulullah SAW ditanya, “Wahai Rasulullah, jika ada seorang wanita
yang melakukan shalat malam, siang harinya ia berpuasa, tetapi ia
menyakiti tetangganya dengan lisannya?” Rasulullah SAW menjawab, “Tiada
kebaikan sedikitpun dalam amal perbuatannya, dan ia kelak akan masuk
neraka.”(HR.AlHakim,IbnuHibbandanAhmad)
Termasuk perbuatan mencaci muslim adalah
memanggil seseorang dengan kata-kata kafir, musyrik, munafik dan
sebagainya. Nabi SAW bersabda, “Barangsiapa yang memanggil seseorang
dengan kata-kata kafir atau ia berkata, ‘Wahai musuh Allah, sedang orang
yang dikatakan itu tidak begitu keadaannya, maka tiada lain tuduhan itu
akan kembali kepada dirinya.” (HR. Bukhari)
Dari Abu Dzarr Radhiyallahu ‘anhu , Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Barangsiapa memanggil seseorang
dengan kafir atau mengatakan kepadanya “hai musuh Allah”, padahal tidak
demikian halnya, melainkan panggilan atau perkataannya itu akan kembali
kepada dirinya”.[HR Muslim]
Janganlah kita mengkafirkan seorang
Muslim hanya karena dia tidak mampu melaksanakan 100% dari perintah
Allah dalam Al Qur’an. Itu bukan berarti dia kafir. Tapi karena memang
manusia itu sifatnya lemah. Tempat salah dan lupa. Hanya Nabi yang mampu
melaksanakan 100% perintah Allah. Hanya Nabi yang maksum/terlindung
dari dosa. Kita semua niscaya tak lepas dari dosa. Jadi jangan seenaknya
mengkafirkan sesama Muslim.
Saat jumhur Ulama telah sepakat bahwa
satu kelompok seperti Ahmadiyyah atau Islam Liberal itu sesat, kita
wajib tunduk dengan meyakini mereka sesat. Namun jika jumhur Ulama tidak
menyatakan demikian, cuma segelintir dari kelompok ekstrim saja yang
menyatakan sesat bahkan kafir, hendaknya kita tidak ikut-ikutan
mengkafirkan mereka. Sebab jika ternyata pendapat mayoritas ulama benar,
bahwa mereka tidak sesat/kafir, maka kitalah yang kafir. Jadi
mengkafirkan sesama Muslim itu gampang. Tapi resikonya berat. Kita bisa
kafir dan masuk neraka. Padahal jika kita ragu-ragu, kita tidak usah
masuk kelompok tersebut, tapi juga tidak mengkafirkannya. Itu lebih aman
dan bijak.
Ada banyak aliran sesat atau sempalan
yang merasa kelompok mereka adalah Firqotun Najiyyah (golongan yang
selamat) dari 73 golongan Islam seraya mengkafirkan mayoritas ummat
Islam. Ummat Islam yg selamat adalah Ahlus Sunnah wal JAMA’AH. Artinya
yg selamat JAMA’AH yang Banyak. Bukan FIRQOH/Pecahan kecil.
Ini sesuai
hadits Nabi. Jadi jika ada kelompok yang mengkafirkan mayoritas ummat
Islam misalnya NU yang merupakan ormas Islam terbesar, bisa jadi
kelompok itu yang sesat/kafir. Seandainya dalihnya adalah NU tak mau
Negara Islam tegak, itu bukan seperti itu. Tapi karena yang mau
menegakkan “Negara Islam” itu adalah justru kelompok Islam yang tidak
benar/ekstrim. Bisa menindas/menzalimi ummat Islam lainnya. Jika
Islamnya benar, akhlaknya benar, insya Allah ummat Islam yang baik tidak
akan menolak Negara Islam:
Dari ‘Umar bin Khaththab ra berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda:
عَلَيْكُمْ بِالْجَمَاعَةِ وَإِيَّاكُمْ وَالْفُرْقَةَ فَإِنَّ الشَّيْطَانَ مَعَ الْوَاحِدِ وَهُوَ مِنَ الاِثْنَيْنِ أَبْعَدُ وَمَنْ أَرَادَ بِحَبْحَةِ الْجَنَّةِ فَعَلَيْهِ بِالْجَماعَةِ
“Tetaplah bersama jamaah dan
waspadalah terhadap perpecahan. Sesungguhnya setan bersama satu orang,
namun dengan dua orang lebih jauh. Dan barang siapa yang menginginkan
surga paling tengah maka hendaklah bersama jamaah.” [HR Ahmad, Tirmizi,
dan Al Hakim]
عَلَيْكُمْ بِالْجَمَاعَةِ فَإِنَّ اللهَ لاَ يَجْمَعُ أُمَّةَ مُحَمَّدٍ صلى الله عليه وسلم عَلَى ضَلاَلَةٍ
Tetaplah kalian bersama jamaah maka sesungguhnya Allah tidak menghimpun umat Muhammad di atas kesesatan.” [HR Thabrani]
Begitu juga hadits dari Anas bin Malik ra, ia berkata bahwa aku mendengar Rasulullah SAW bersabda:
إِنَّ أُمَّتِي لاَ تَجْتَمِعُ عَلَى ضَلاَلَةٍ .
“Sesungguhnya, umatku tidak akan sepakat di atas kesesatan.” [Ibnu Majah dan Tirmizi]
AMUKANMelayu - Perhatikan sebahagian dari hadis ini....... *kemudian Allah menyerahkan al haq/kekuasaan-Nya kepada siapa yang Ia kehendaki.”